JATIMTIMES - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang masih mengandalkan kerja sama antar daerah untuk memastikan kelancaran pasokan bahan pangan. Meskipun sebenarnya Kota Malang memiliki produktivitas pada sejumlah komoditas, namun nyatanya hasilnya masih belum cukup memenuhi kebutuhan di Kota Malang.
Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Malang, Slamet Husnan, pasokan yang didapat dari kerjasama antar daerah, dimaksudkan untuk mengantisipasi lonjakan harga yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Sekaligus memastikan ketersediaan bahan pangan tetap terjaga.
Baca Juga : Budikdamber, Salah Satu Andalan Kelurahan Sukoharjo Bersaing di Lomdeskel 2025
"Kami bekerja sama dengan sejumlah daerah pemasok seperti Kabupaten Lumajang, Probolinggo, Blitar, dan Banyuwangi. Jika terjadi kekurangan stok atau kenaikan harga, kami bisa segera mendatangkan pasokan tambahan," ujar Slamet.
Salah satu yang ia contohkan adalah komoditas beras. Catatan Dispangtan, kebutuhan beras di Kota Malang dalam satu tahun mencaoai 40 ribu ton. Sementara itu, produksi lokal baru mencapai sekitar 15 ribu ton setiap tahunnya. Untuk menutupi kekurangan daerah itulah, masih harus didatangkan pasokan beras dari daerah lain di Jawa Timur.
"Dengan luas lahan pertanian padi 788 hektare yang tersebar di Kecamatan Kedungkandang, Sukun, Blimbing, dan Lowokwaru, produksi gabah per tahun mencapai 15 ribu ton dengan masa tanam dua kali dalam setahun," tutur Slamet.
Selain beras, Pemkot Malang juga tengah dalam upaya meningkatkan produksi cabai rawit. Dengan lahan pertanian cabai seluas 86 hektare, produksi cabai di Kota Malang baru mencapai 8 ton per tahunnya. Komoditas ini menjadi perhatian karena sering mengalami lonjakan harga menjelang hari raya Idul Fitri.
"Di Kedungkandang, masa tanam cabai bisa dilakukan 15 hingga 20 kali dalam setahun, tergantung kondisi tanaman. Sementara di Lowokwaru, saat ini sedang dalam tahap penyulaman lahan setelah masa tanam sebelumnya berakhir," tutur Slamet.
Selain tanaman pangan, komoditas dari sektor peternakan juga turut menjadi perhatian dalam strategi stabilisasi pangan, seperti komoditas telur ayam. Slamet mengatakan, produksi telur ayam di Kota Malang mengalami peningkatan signifikan. Dari 2.143 ton pada 2023 menjadi 2.300 ton pada 2024.
Baca Juga : Lebaran Bersamaan dengan Nyepi, Pelabuhan Ketapang dan Gilimanuk Bakal TutupÂ
Menurut peningkatan ini didukung oleh pertumbuhan populasi ayam petelur dari 179.300 ekor menjadi 187.050 ekor dalam periode yang sama. Salah satunya sentra peternakan ayam petelur yang ada di wilayah Kelurahan Wonokoyo Kecamatan Kedungkandang.
"Salah satu sentra peternakan telur terbesar ada di Wonokoyo, yang mampu menghasilkan sekitar 300 kilogram per hari," imbuhnya.
Selain meningkatkan produksi lokal, Pemkot Malang juga terus menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah lain. Menurut Slamet, kerja sama dengan daerah pemasok tidak hanya memastikan ketersediaan barang, tetapi juga membantu mengendalikan harga di tingkat konsumen.
Lebih lanjut, dijelaskannya Pemkot Malang juga menyiapkan skema operasi pasar dengan mengaktifkan kembali Warung Tekan Inflasi (WTI) jika diperlukan. Langkah ini akan dilakukan jika harga bahan pokok mengalami lonjakan yang tidak terkendali, terutama pada Idul Fitri 2025 ini.