125 Desa di Jatim Tak Punya Kades, Komisi A DPRD: Jangan Dibiarkan Berlarut
Reporter
Muhammad Choirul Anwar
Editor
Yunan Helmy
24 - Jun - 2025, 01:17
JATIMTIMES - DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim) menyoroti kekosongan jabatan kepala desa (kades) di sejumlah wilayah di Jatim. Wakil Ketua Komisi A DPRD Jatim Budiono menyebut, sebanyak 125 desa di Jatim saat ini tidak punya kades definitif.
Dari jumlah tersebut, desa tanpa kades terbanyak terdapat di Kabupaten Bojonegoro. "Di Jawa Timur, saat ini ada sekitar 125 desa yang mengalami kekosongan jabatan kepala desa. Di Bojonegoro saja ada 20 desa,” ujar Budiono, Selasa (24/6/2025).
Baca Juga : Jadwal Pertandingan Porprov Jatim IX 2025 Hari Ini, Atlet Kota Malang Berlaga 10 Cabor
Kekosongan posisi kades tak kunjung terselesaikan lantaran tengah menunggu proses pengisian antarwaktu (PAW).
Menurut Budiono, penyebab kekosongan jabatan kepala desa ini bervariasi. Ada kades yang meninggal dunia, ada pula yang tersangkut kasus hukum, serta ada yang masa jabatannya telah berakhir.
Kondisi ini dapat berdampak signifikan terhadap jalannya roda pemerintahan desa. Karena itu, Budiono menegaskan, kekosongan jabatan kades tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena menyangkut kepentingan publik di tingkat paling dasar pemerintahan.
Ia mengaku telah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten yang banyak terjadi kekosongan jabatan kades. Tujuannya, tak lain agar ada langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk percepatan pengisian jabatan ini.
"Selanjutnya, kami juga akan segera berkomunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena ada beberapa regulasi yang perlu disinkronkan agar proses ini bisa berjalan seragam di seluruh wilayah Jawa Timur,” jelas legislator asal Dapil Bojonegoro - Tuban ini.
Politisi Partai Gerindra tersebut menambahkan bahwa Komisi A DPRD Jatim berencana melakukan kunjungan kerja ke Kemendagri pada bulan depan guna membahas percepatan pengisian kepala desa secara menyeluruh.
“Insya Allah bulan depan kami akan ke Kemendagri. Kekosongan jabatan ini bukan hanya soal administratif, tapi juga soal pelayanan publik dan kesinambungan pembangunan desa. Oleh karena itu, perlu sinkronisasi regulasi agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda antardaerah,” paparnya.
Baca Juga : Baca Selengkapnya