Sunan Amangkurat I dan Kota Bata Plered: Mimpi yang Dibangun dengan Tangan Besi
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
A Yahya
15 - Jun - 2025, 10:08
JATIMTIMES - Tak lama setelah menerima tampuk pemerintahan dari ayahandanya, Sultan Agung, Sunan Amangkurat I mulai membangun impiannya sendiri: menciptakan sebuah pusat kekuasaan baru yang tak hanya megah secara fisik, tetapi juga menjadi simbol kontrol absolut atas Jawa. Kota Karta, pusat pemerintahan warisan ayahnya, ditinggalkannya. Sebagai gantinya, ia memilih lokasi baru yang dinamakan Plered. Inilah babak awal dari perjalanan sejarah Kota Bata Plered, sebuah kota istana yang dibangun dengan kerja paksa, diplomasi keras, dan tekad seorang raja yang ingin mengukuhkan hegemoni mutlak.
Pemindahan keraton dari Karta ke Plered dimulai pada tahun 1570 Jawa (1648 M), sebagaimana tercatat dalam Babad Momana. Proses ini sudah berlangsung pada saat perutusan Belanda yang dipimpin oleh Van Goens berkunjung pada Juni 1648. Van Goens menyaksikan langsung kemajuan pembangunan, termasuk tembok keliling yang menjulang dan dua pintu gerbang utama di sisi utara dan selatan. Namun, keberadaan alun-alun hanya tercatat di sisi utara karena sisi selatan berbatasan langsung dengan Sungai Opak.
Baca Juga : Stok Daging Kurban Masih Melimpah di Freezer, Amankah Makan Daging Setiap Hari?
Kota Plered didesain bukan semata sebagai kompleks istana, tetapi sebagai benteng kekuasaan absolut. Tembok-tembok yang mengelilingi keraton, menurut laporan tahun 1659, tingginya lima depa dan tebal dua depa. Rouffaer mencatat bahwa tembok itu seluruhnya dibangun dari batu bata, disisipi batu alam putih, dan permukaannya ditutup segitiga dari batu putih yang dirancang menyerupai bata lebar. Kekokohan arsitektur ini tidak hanya membedakan Plered dari pendahulunya, tetapi juga menunjukkan transisi dari keraton kayu ke keraton batu bata, mencerminkan aspirasi permanensi dan kekuasaan mutlak.
Tak kalah menarik adalah proses pembangunan yang berkepanjangan dan sarat kekerasan. Masjid keraton, yang mulai dibangun pada tahun 1571 J (1649 M), masih belum rampung saat kunjungan pertama Van Goens. Bahkan pada 1655, ketika utusan Belanda Winrick Kieft datang, pembangunan istana utama Prabayeksa masih berlangsung. Dalam laporan Fruin-Mees disebutkan bahwa para pejabat tinggi yang enggan membantu pembangunan dipaksa bekerja di bawah terik matahari, dijemur di paseban. Raja Amangkurat I tidak bisa diganggu, bahkan oleh duta asing, karena sibuk membangun istana bersama para permaisurinya...