Lengser Sebelum Diadili: Eks Kadis DPUPR Kota Blitar Ternyata Pensiun Dini Jelang Penetapan Tersangka
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
04 - Jun - 2025, 03:34
JATIMTIMES — Langkah kaki SY perlahan menjauh dari lingkaran birokrasi. Hanya dua hari sebelum Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Blitar resmi menetapkannya sebagai tersangka dalam perkara korupsi proyek pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Blitar itu lebih dulu menyodorkan pengunduran diri.
Ia memilih pensiun dini dari status aparatur sipil negara (ASN), seolah hendak menghindar dari bayang-bayang proses hukum yang sudah menanti.
Baca Juga : Momentum HUT ke-44, Perumda Tirta Kanjuruhan Berikan Penghargaan kepada Unit Layanan Berprestasi
"Beliau (SY) sudah pensiun per 1 Juni 2025," kata Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Blitar, Kusno, ketika dikonfirmasi Rabu, 4 Juni 2025. Menurut Kusno, SY sebenarnya baru akan memasuki masa purnatugas pada Oktober mendatang, namun memilih pensiun atas permintaan sendiri.
Dari catatan BKPSDM, sebelum resmi pensiun, SY sempat dipindah ke jabatan struktural sebagai Asisten II Pemerintahan Kota Blitar. Namun, publik lebih mengenalnya sebagai orang lama di DPUPR instansi yang kini menjadi pusat perhatian dalam kasus korupsi proyek senilai Rp 1,6 miliar yang didanai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik tahun anggaran 2022.
Penetapan SY sebagai tersangka diumumkan Kejari Kota Blitar pada Selasa, 3 Juni 2025. Kepala Kejaksaan Negeri Kota Blitar, melalui keterangan tertulis, menjelaskan bahwa proyek yang diselidiki meliputi pembangunan IPAL, penambahan sambungan rumah, pembangunan tangki komunal, serta pengadaan jasa tenaga fasilitator lapangan. SY disebut memiliki dua peran vital dalam proyek tersebut: sebagai pengguna anggaran dan sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK).
Dua peran yang seharusnya dijalankan dengan kehati-hatian itu justru menjadi celah yang membuka peluang penyimpangan. Berdasarkan hasil penyidikan, proyek tersebut mengalami kekurangan volume pekerjaan secara signifikan. Tidak hanya itu, negara juga dirugikan oleh pembayaran gaji kepada tenaga fasilitator lapangan yang, menurut jaksa, tidak menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya.
“Total kerugian keuangan negara mencapai Rp 553 juta,” ungkap salah satu penyidik dari tim Kejari Kota Blitar yang enggan disebut namanya...