Runtuh di Hari Sakral: Membedah Strategi Gagalnya Pemberontakan Pulung Ponorogo 1885
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Dede Nana
03 - May - 2025, 08:04
JATIMTIMES - Pada malam yang lengang tanggal 15 Oktober 1885, di Desa Patik, wilayah Pulung, Kabupaten Ponorogo, sebuah konspirasi besar lahir dari perasaan getir terhadap kekuasaan kolonial. Adalah Martodimejo, seorang tokoh lokal yang menggagas sebuah rencana pemberontakan yang berani: merebut kota Ponorogo dan membantai semua orang Eropa di sana.
Martodimejo tak sendiri. Ia dibantu oleh putra dan keponakannya, bersama tujuh kerabat lainnya dari Patik. Namun, sejak awal, tanda-tanda kegagalan telah mengintai. Malam itu, para peserta yang dijadwalkan berkumpul di rumah Martodimejo justru terlambat datang, beberapa bahkan absen.
Baca Juga : Mau Tampil Glowing di Acara Spesial, Dokter Zie Rekomendasikan Tiga Perawatan Ini
Rencana awal pun kandas sebelum bergerak. Melihat situasi, mereka sepakat untuk menunda aksi ke 28 Oktober 1885, memilih malam Jumat Legi—hari yang menurut kepercayaan Jawa membawa keberuntungan. Di balik keputusan ini berdiri seorang tokoh penting, Sim Ju Hin, seorang petani kaya keturunan Cina, yang tak hanya menyediakan pembiayaan melalui uang candu, tetapi juga menjanjikan dukungan seorang Letnan Cina.
Selama dua pekan, antara 15 hingga 28 Oktober, sebanyak 15 orang pemberontak bersembunyi di rumah Martodirejo. Di sana, mereka menyiapkan atribut perlawanan: celana panjang biru tua dan ikat leher putih, disediakan oleh tuan rumah. Di balik kesederhanaan pakaian itu, tersimpan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan kolonial yang menyelimuti Pulung dan sekitarnya.
Namun ketika malam 28 Oktober tiba, bantuan yang dijanjikan tak kunjung datang. Para pemberontak kembali menemui kegagalan koordinasi. Mereka tercerai-berai. Martorejo dan kelompoknya akhirnya pulang ke Patik, bersenjata seadanya: keris dan tombak. Dalam kondisi ini, lahir keputusan baru: pemberontakan akan dimulai dari Pulung, bertumpu pada kekuatan lokal, sebelum menggulung Ponorogo dan jika berhasil merambat ke Madiun dan seantero Jawa.
Namun, lagi-lagi, eksekusi berjalan timpang.Martorejo berharap akan menerima bantuan dari Desa Doplang, namun Kepala Desa Doplang gentar dan mundur. Opas Wedana Jebang yang ditugaskan merekrut massa juga gagal, terhambat masalah biaya dan kekacauan informasi soal tanggal pergerakan...