Ketika Kolonialisme Bertemu Mistik: Menelusuri Akar Pemberontakan Pulung Ponorogo 1885
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Dede Nana
02 - May - 2025, 07:58
JATIMTIMES - Dalam lanskap sejarah perlawanan rakyat Jawa terhadap kekuasaan kolonial Belanda, Peristiwa Pulung tahun 1885 di Ponorogo muncul sebagai momen krusial yang merepresentasikan ketegangan sosial, politik, dan spiritual di pedalaman Jawa Timur. Tidak sekadar ekspresi dari tekanan ekonomi dan krisis sosial, tetapi juga manifestasi naratif Ratu Adil, tafsir lokal atas mesianisme Jawa, yang mengikat elemen elite priayi, petani miskin, dan bahkan kelompok etnis Tionghoa dalam konspirasi yang kompleks.
Peristiwa Pulung berakar dalam ketegangan struktural antara elite lokal yang tersisih dan masyarakat desa yang terpinggirkan oleh politik kolonialisme dan monopoli ekonomi. Tokoh utama peristiwa ini adalah Raden Martodimejo dan anaknya, Martodipuro. Keduanya merupakan keturunan bangsawan lokal, yakni R.M.A. Suriodiningrat dan R. Brotowiryo, bekas Bupati Ponorogo.
Baca Juga : Rangkuman Sejarah Hari Pendidikan Nasional yang Diperingati Setiap 2 Mei
Martodimejo adalah mantan jagawana yang diberhentikan, sedangkan anaknya adalah pejabat biro statistik di Pacitan. Jejak birokrasi mereka mencerminkan relasi ambivalen elite lokal dengan struktur kekuasaan kolonial.
Konspirasi pemberontakan ini melibatkan jejaring kekerabatan yang luas: R. Martorejo, keponakan Martodimejo dan mantan juru tulis magang di biro statistik Pacitan; ayah Martorejo, seorang mantan carik Desa Patik; serta R. Reksojodikromo, keponakan lainnya. Dari unsur etnis Tionghoa, nama Sim Ju Hing mencuat sebagai bagian dari lingkaran konspirasi. Sim Ju Hing, bekas agen candu pemerintah yang kini menganggur, dikenal luas di kalangan masyarakat Cina lokal, dan memiliki hubungan dengan Oei Kin Tjwan, menantu Letnan Cina Ponorogo.
Desa Patik dan Kosmologi Ratu Adil
Menariknya, hampir seluruh jaringan konspirator tinggal di Desa Patik.Desa Patik, bagian dari Kewedanan Pulung, menjadi pusat dari peristiwa ini. Desa ini bukan hanya lokasi geografis, tetapi juga tapak simbolik dari mitologi Ratu Adil.
Seorang pemuda desa yang kelak memimpin pemberontakan dipercaya lahir dengan pertanda kosmis: matahari atau bulan turun kepadanya. Ia bermimpi bertemu dengan Nyai Roro Kidul dan kakeknya yang menyuruhnya untuk memimpin perang. Martorejo menyebarluaskan ramalan Jayabaya bahwa akan muncul senapati pengusir Belanda...