4 Alasan Mengapa RUU TNI Harus Ditolak Menurut YLBHI
Reporter
Binti Nikmatur
Editor
Dede Nana
16 - Mar - 2025, 08:24
JATIMTIMES - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dengan tegas menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Menurut YLBHI, revisi ini membuka jalan bagi kembalinya dwifungsi ABRI, yang bertentangan dengan amanat reformasi, mengancam demokrasi, negara hukum, serta hak asasi manusia (HAM).
"Upaya menghidupkan dwi fungsi melalui revisi UU TNI: mengkhianati amanat reformasi, membahayakan demokrasi, negara hukum serta ancaman serius bagi hak asasi manusia," tulis YLBHI dalam pernyataan resminya, Minggu (16/3/2025).
YLBHI menilai bahwa revisi ini bertolak belakang dengan agenda reformasi yang seharusnya mendorong profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara. Sebaliknya, perubahan ini justru mengembalikan TNI ke ranah sosial-politik dan ekonomi-bisnis, sebagaimana terjadi di era Orde Baru. Jika dibiarkan, hal ini akan melemahkan supremasi sipil, merusak sistem hukum, serta meningkatkan risiko pelanggaran HAM berat di masa depan.
Lebih lanjut, YLBHI menyoroti bahwa revisi UU TNI ini tidak terlepas dari kebijakan politik pemerintahan Prabowo-Gibran. Salah satu poin yang dikritik adalah penempatan personel militer di berbagai kementerian strategis, seperti transmigrasi, pertanahan, hingga politik.
Bahkan, TNI kini juga ditempatkan di Bulog serta Badan Gizi Nasional, sementara struktur organisasi mereka terus diperkuat dengan penambahan komando teritorial di berbagai daerah.
YLBHI mencurigai bahwa revisi UU TNI merupakan bagian dari upaya menghidupkan kembali dwifungsi ABRI, yang memungkinkan militer terlibat dalam politik dan bisnis. Salah satu buktinya adalah ekspansi komando teritorial, yang menjadi basis kekuatan militer di daerah dan memberikan akses terhadap sumber daya ekonomi.
"Sistem ini memungkinkan militer untuk mengakses pendanaan ilegal di luar APBN, menciptakan negara di dalam negara, dan revisi UU TNI menguatkan upaya tersebut," tegas YLBHI.
Dalam dokumen TAP MPR VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI/POLRI, telah diakui bahwa peran sosial-politik ABRI di masa lalu menyebabkan penyimpangan fungsi TNI dan Polri, serta menghambat perkembangan demokrasi. Oleh karena itu, YLBHI mendesak DPR dan Presiden untuk menghentikan pembahasan revisi ini agar Indonesia tidak mengulangi kesalahan sejarah.
YLBHI menguraikan empat poin utama yang menjadi alasan penolakan revisi UU TNI:
1. Perpanjangan Masa Pensiun dan Penempatan Perwira Aktif di Jabatan Sipil
Dalam draft revisi Pasal 71, usia pensiun perwira TNI diperpanjang menjadi 62 tahun. YLBHI menilai kebijakan ini akan memperparah penumpukan perwira non-job, yang pada akhirnya akan dimobilisasi ke berbagai lembaga negara dan BUMN...