JATIMTIMES - Serapan anggaran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Timur (Jatim) tahun 2025 sejauh ini terbilang belum optimal. Hal tersebut menjadi perhatian serius bagi Komisi D DPRD Jatim.
Juru bicara (jubir) Komisi D DPRD Jatim Abrari mendesak agar DLH lebih cepat dalam merealisasikan belanja. Pada 2025, DLH menerima pagu murni Rp53,971 miliar, lalu mendapatkan tambahan P-APBD Rp15,308 miliar.
Baca Juga : Tahun 2025, 136 Sekolah di Kabupaten Malang Dilakukan Perbaikan
Dengan begitu, total anggaran DLH menjadi Rp69,279 miliar. Dari jumlah tersebut, realisasi hingga 30 Oktober 2025 sebesar Rp38,425 miliar atau 55,46 persen persen.
“Serapan anggaran yang masih 55,46 persen segera ditindaklanjuti, agar anggaran tersebut dapat terbelanjakan dengan tepat waktu dan tanpa meninggalkan SILPA,” ujar Abrari.
Lebih lanjut, Komisi D juga mencatat kinerja PAD dari UPT Laboratorium Lingkungan yang ditarget Rp1,450 miliar. Hingga 17 Oktober, realisasi mencapai Rp1,675 miliar atau 115,57 persen dari target yang ditetapkan pemerintah daerah.
Sementara itu, pada R-APBD 2026, pagu DLH turun menjadi Rp43,897 miliar. Komisi D menyebut terdapat efisiensi Rp9,954 miliar dibanding pagu tahun sebelumnya 2025 yakni Rp53,971 miliar.
“Penurunan cukup signifikan terjadi pada alokasi Belanja Barang dan Jasa dan Belanja Modal dimana penurunan alokasi belanja dimaksud berdampak pada pagu untuk operasional pelaksanaan tugas pokok dan fungsi DLH Jatim,” jelas politisi PDIP tersebut.
Komisi D juga menyampaikan lima butir rekomendasi. Pertama, percepat serapan belanja agar tidak menumpuk di akhir tahun, sejalan arahan pemerintah pusat mengenai disiplin pelaksanaan anggaran.
“Hal ini sesuai dengan visi misi presiden dan kebijakan Menkeu bahwa anggaran tidak boleh lagi murni yang menumpuk di akhir tahun. Harus ada pertimbangan dan solusi yang tepat, agar anggaran bisa terserap sesuai target waktu,” tandasnya.
Baca Juga : Respons Tantangan Zaman, Fraksi-fraksi DPRD Jatim Kompak Dukung Revisi Perda Trantibum
Kedua, bangun sinergi Pemprov–kabupaten/kota untuk program “Susur Brantas” dua tahunan, dengan skema pembiayaan melekat pada daerah pelaksana. Menurutnya program ini bisa masuk ke DLH Jatim dengan model pembiayaan yang dibebankan pada kabupaten dan kota pelaksana.
Ketiga, antisipasi lonjakan sampah dari program Makan Bergizi Gratis. Data BGN kata Abrari, per Oktober 2025 menunjukkan 714 dapur MBG telah beroperasi, sehingga DLH diminta menyiapkan pola pengelolaan agar tidak memunculkan persoalan baru.
Keempat, dorong penerbitan Pergub tindak lanjut Permen LHK No.14/2024 tentang sanksi administratif dan denda lingkungan. “Selama ini hasil denda tidak masuk ke PAD Jawa Timur, melainkan masuk PNBP. Untuk itu, Komisi D mendesak agar Pemprov segera menerbitkan dan menyelesaikan Pergub agar hasil denda bisa dikembalikan dalam bentuk kegiatan di daerah,” seru Abrari.
Kelima, Komisi D meminta efisiensi pagu DLH 2026 tidak berlebihan, mengingat target Indeks Kualitas Lingkungan Hidup naik dari 71,24 menjadi 74,25 pada 2026. Ia mengingatkan, pengalihan anggaran berdampak terhadap upaya pencapaian target Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) yang justru naik dari 71,24 menjadi 74,25 (+2,81 poin) di tahun 2026.