JATIMTIMES - Fraksi PDIP DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim) memiliki sederet catatan kritis untuk eksekutif terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jatim 2025-2029.
Catatan tersebut disampaikan melalui pandangan akhir fraksi terhadap Raperda tentang RPJMD 2025-2029. Juru bicara (jubir) Fraksi PDIP DPRD Jatim Yordan M. Batara-Goa dalam rapat paripurna sempat memberikan tanggapan atas jawaban gubernur terhadap pandangan umum fraksi-fraksi, yang disampaikan pada 14 Mei 2025 lalu.
Baca Juga : Perusakan Halte Trans Jatim Bikin Ketua Komisi D DPRD Geram: Tidak Boleh Dibiarkan
"Dengan penuh keprihatinan, kami menilai bahwa jawaban gubernur tersebut tidak mencerminkan sikap terbuka, akomodatif, dan responsif terhadap berbagai aspirasi yang telah disampaikan secara konstruktif oleh fraksi-fraksi, khususnya Fraksi PDI Perjuangan," ungkap Yordan, Rabu (9/7/2024).
Bahkan, dalam beberapa isu strategis yang seharusnya menjadi titik temu antara eksekutif dan legislatif, dia menilai gubernur terkesan defensif. Yordan menyebut, eksekutif enggan melakukan penyesuaian yang substansial terhadap isi draft RPJMD.
Terkait usulan Fraksi PDIP agar target Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditingkatkan minimal 5–7 persen per tahun misalnya, gubernur tetap mempertahankan proyeksi konservatif hanya sekitar 1,87 persen per tahun. Padahal, menurut data BPS Jatim dalam Laporan Statistik Keuangan Daerah 2018–2023, rata-rata pertumbuhan PAD Jatim mencapai 6,9 persen per tahun.
"Sikap eksekutif yang bertahan pada target di bawah proyeksi historis tanpa argumentasi teknis memadai, jelas menutup ruang kompromi fiskal yang sangat dibutuhkan untuk menopang belanja pembangunan berbasis kebutuhan rakyat," ucap anggota Komisi A DPRD Jatim itu.
Dalam hal penguatan indikator pembangunan sosial seperti Indeks Theil untuk ketimpangan wilayah dan Indeks Risiko Bencana sebagai indikator makro daerah, Yordan menyebut Gubernur tetap memilih tetap hanya menggunakan Indeks Gini, dengan alasan metodologi dan stabilitas data. Padahal, menurutnya ketimpangan wilayah di Jatim sangat nyata.
"Data PDRB regional menurut lapangan usaha tahun 2023 yang dirilis oleh BPS mencatat bahwa kawasan Gerbangkertosusila menyumbang sekitar 46 persen PDRB provinsi, sementara kawasan Madura hanya sekitar 5 persen. Disparitas ini menunjukkan perlunya indikator ketimpangan antarwilayah seperti Indeks Theil," ungkap legislator asal Dapil Surabaya itu.
Lebih lanjut, pada aspek layanan dasar kesehatan berbasis puskesmas dan RSUD daerah serta pendidikan vokasi berbasis potensi lokal, jawaban gubernur kembali normatif tanpa komitmen anggaran maupun reformasi tata kelola layanan.
Padahal, BPS Jatim per Agustus 2023 mencatat tingkat pengangguran terbuka lulusan SMK di Jatim sebesar 8,19 persen, jauh di atas rerata provinsi sebesar 4,38 persen. Ketimpangan akses layanan kesehatan antarwilayah pun masih terjadi, utamanya di pesisir selatan dan kepulauan, sebagaimana tercatat dalam Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2023.
"Melihat keseluruhan jawaban Gubernur tersebut, Fraksi PDI Perjuangan menyimpulkan bahwa eksekutif belum menunjukkan kemauan politik untuk membangun kompromi yang sehat dan produktif dengan legislatif dalam penyusunan RPJMD 2025–2029," tandasnya.
Yordan menilai, hal ini sangat kontras dengan laporan Pansus yang justru tampil terbuka, kritis, dan akomodatif terhadap masukan fraksi-fraksi, serta menyusun rekomendasi berbasis data dan argumentasi teknokratik.
"Atas dasar itu, Fraksi PDI Perjuangan mendesak agar dalam tahapan penyempurnaan RPJMD pasca evaluasi Mendagri dan dalam penyusunan Renstra Perangkat Daerah, gubernur dapat lebih terbuka, responsif, dan mengakomodasi usulan strategis dari DPRD. Ini demi memastikan arah pembangunan Jawa Timur benarbenar inklusif dan berpihak kepada wong cilik, masyarakat desa, pesisir, dan kepulauan," tegasnya.
Dikatakannya, Fraksi PDIP juga menyampaikan sejumlah rekomendasi strategis yang diharapkan menjadi perhatian serius dalam penyempurnaan dokumen RPJMD, penyusunan Renstra Perangkat Daerah, hingga perumusan program prioritas dalam APBD. Pertama, menerima dan mendukung sepenuhnya seluruh catatan, pemikiran, dan rekomendasi Pansus RPJMD 2025–2029 sebagaimana yang termaktub dalam laporan Pansus.
Baca Juga : Benawa II: Raja Terakhir Pajang yang Menantang Sultan Agung
"Kami menilai rekomendasi tersebut disusun secara kritis, berbasis data, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Oleh karena itu, Fraksi mendorong agar seluruh rekomendasi Pansus dijadikan rujukan dalam penyempurnaan dokumen final RPJMD dan pelaksanaan APBD ke depan," ujarnya.
Kedua, meninjau ulang target indikator makro sosial-ekonomi dalam RPJMD dan disesuaikan dengan baseline capaian tahun 2024 serta tren capaian lima tahun terakhir.
"Target PAD, pertumbuhan ekonomi, IPM, dan pengurangan kemiskinan hendaknya dibuat lebih progresif dan realistis, selaras dengan potensi riil Jawa Timur. Data BPS Jatim menunjukkan bahwa ratarata pertumbuhan PAD 2019–2023 mencapai 6,9 persen per tahun, sehingga target 1,87 persen dalam RPJMD jelas terlalu konservatif," paparnya.
Ketiga, mendorong agar indikator ketimpangan wilayah tidak hanya diukur dengan Indeks Gini, tetapi dilengkapi kembali dengan Indeks Theil yang lebih mampu merepresentasikan ketimpangan spasial antarwilayah. Menurut dia, dengan ketimpangan PDRB kawasan Gerbangkertosusila yang mencapai 46 persen total PDRB provinsi, tanpa alat ukur spasial yang kuat, pemerataan pembangunan akan sulit terpantau secara adil dan objektif.
Keempat, ia meminta pemerintah provinsi segera menyusun peta jalan mitigasi konversi lahan pertanian produktif yang setiap tahun mengalami penyusutan hingga 5.212 hektare. Program pengendalian alih fungsi lahan ini harus terintegrasi dalam RPJMD dan Renstra Dinas Pertanian, disertai indikator outcome yang jelas untuk menjaga ketahanan pangan daerah.
Kelima, pihaknya mendorong Pemprov Jatim memperkuat layanan dasar kesehatan, khususnya puskesmas dan RSUD di wilayah pesisir, pedalaman, dan kepulauan. Fraksi PDIP menegaskan pentingnya program ini dimasukkan ke dalam prioritas utama pembangunan daerah dan didukung dengan alokasi anggaran yang memadai dalam APBD 2026.
"Rekomendasi ini didasarkan pada masih tingginya disparitas akses layanan kesehatan di wilayah selatan dan kepulauan," jelasnya.
Keenam, pihaknya mendorong penguatan pendidikan vokasi dan SMK berbasis potensi lokal. "Program link and match pendidikan vokasi dengan dunia usaha dan dunia industri perlu dipertegas sebagai prioritas daerah, khususnya di kawasan industri, kawasan pesisir, dan sentra pertanian," lanjutnya.
Ketujuh, Fraksi PDIP mendorong agar pelaksanaan prinsip money follow program diterapkan secara konsisten dan didukung perangkat regulasi teknis di tingkat pemerintah provinsi.
"Belanja daerah harus diarahkan ke program-program strategis yang memiliki dampak nyata terhadap pengurangan kemiskinan, ketimpangan, serta penguatan ekonomi kerakyatan. Prinsip ini telah diatur dalam Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 dan mesti dijalankan secara disiplin anggaran," pungkas Yordan.