JATIMTIMES – Sebuah metodologi pelacakan terbaru yang mengedepankan integritas riset telah mengidentifikasi 13 kampus di Indonesia sebagai institusi dengan risiko dalam integritas penelitian. Temuan ini disampaikan melalui Integrity Risk Index (RI²), sebuah metrik gabungan yang dikembangkan oleh Profesor Lokman Meho dari American University of Beirut.
RI² dirancang sebagai respons terhadap kekhawatiran global terkait pemeringkatan universitas yang dinilai terlalu menekankan pada kuantitas publikasi dan kutipan, namun mengabaikan aspek etis dan kualitas riset. Berbeda dari pemeringkatan konvensional, indeks ini mengukur integritas riset melalui dua indikator utama: R Rate dan D Rate.
Baca Juga : Raperda Perubahan APBD 2025, Pemkot Batu Prioritaskan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
R Rate mencerminkan jumlah artikel yang ditarik kembali (retracted) dari publikasi per 1.000 artikel yang dipublikasikan, ini indikasi adanya pelanggaran serius dalam metodologi, etika, atau kepenulisan. Sementara itu, D Rate menunjukkan persentase publikasi dari suatu institusi yang terbit di jurnal-jurnal yang baru-baru ini dikeluarkan dari basis data global seperti Scopus atau Web of Science karena masalah kualitas atau etika penerbitan.
Dari 13 kampus yang masuk daftar, tiga di antaranya dikategorikan "High Risk" karena menunjukkan deviasi signifikan dari norma integritas umum. Kampus-kampus ini termasuk universitas negeri di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Dalam kategori "Watch List", terdapat lima kampus terindikasi memiliki pola yang perlu diawasi lebih lanjut. Di antara kampus dalam pengawasan tersebut terdapat sejumlah perguruan tinggi negeri ternama di Jakarta, Surabaya, Bandung, Bogor, dan Yogyakarta.
Menanggapi temuan tersebut, Rektor Universitas Islam Malang (Unisma), Prof. Dr. H. Junaidi Mistar, Ph.D, menggarisbawahi pentingnya riset yang tidak hanya mengejar publikasi semata, tetapi juga berdampak nyata bagi masyarakat.
"Riset itu bukan sekadar mengejar angka publikasi di jurnal, tapi bagaimana hasil riset bisa menjawab persoalan-persoalan nyata di tengah masyarakat," tegas Junaidi.
Ia juga menyoroti bahwa tidak semua pemeringkatan universitas memiliki tingkat kredibilitas yang setara. Menurutnya, hanya beberapa sistem pemeringkatan yang benar-benar diakui di tingkat internasional, seperti QS dan Times Higher Education (THE). Dalam sistem QS terbaru awal 2025, Unisma tercatat berada di peringkat 153 di kawasan Asia Tenggara dan masuk dalam tier 851 di tingkat Asia.
Baca Juga : 3 Mahasiswa Unisma Sukses Sumbang Medali di Porprov Jatim 2025, Rektor: Ini Buah Pembinaan Serius
“Ini jadi modal awal bagi kami untuk terus melejit. Kami tidak ingin terjebak dalam riset yang hanya mengejar kuantitas publikasi. Komitmen kami adalah pada kemanfaatan hasil riset,” tambahnya.
Lebih jauh, Junaidi menegaskan bahwa arah kebijakan riset di Unisma bertumpu pada kontribusi nyata, yakni riset yang bisa membantu memecahkan problem di tengah masyarakat, baik dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, maupun lainnya.
"Riset harus menjadi jalan untuk menebar manfaat, bukan hanya mengejar posisi dalam peringkat," pungkasnya.