JATIMTIMES – Surah an-Naml menjadi salah satu surah dalam Al-Qur’an yang menyuguhkan panorama kisah para nabi sekaligus pesan ketuhanan yang penuh hikmah. Terletak pada urutan ke-27 dalam mushaf dan terdiri atas 93 ayat, surah ini termasuk dalam kelompok surah Makkiyah yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah.
Nama an-Naml sendiri bermakna “semut”, merujuk pada salah satu kisah unik yang terkandung di dalamnya. Namun, para ulama menyebutkan bahwa surah ini juga dikenal dengan nama Surah al-Hud-Hud, bahkan Surah Sulaiman, karena menyimpan kisah mendalam tentang Nabi Sulaiman AS dan interaksinya dengan dua makhluk ciptaan Allah, yakni semut dan burung hud-hud.
Baca Juga : Ketika Moral Majapahit Runtuh, Ratu Dwarawati Menjawabnya dengan Sunan Ampel
Menurut ulama tafsir terkemuka M. Quraish Shihab dalam Al-Qur’an dan Maknanya, penamaan surah ini mencerminkan kedalaman simbolik dari ayat-ayat yang dikandungnya. Semut dan burung hud-hud, makhluk yang kerap dianggap kecil atau biasa, justru memainkan peran penting dalam kisah kenabian Nabi Sulaiman. Ini menjadi pesan tersirat bahwa dalam skenario Ilahi, tidak ada ciptaan yang sia-sia.
Syekh Nasir Makarim Syirazi melalui Tafsir Al-Amtsal menyoroti pula penggunaan huruf muqaththa’ah pada awal surah. Fenomena ini memperkuat dimensi keajaiban Al-Qur’an yang mengandung makna-makna tersembunyi. Sebuah riwayat dari Ali ibn Husain al-Sajjad menyingkap bahwa huruf-huruf tersebut merupakan jawaban Allah atas tuduhan Quraisy dan kaum Yahudi yang menyebut Al-Qur’an sebagai sihir buatan. Allah menegaskan bahwa kitab-Nya tersusun dari huruf-huruf yang sama dengan bahasa mereka, namun tak ada seorang pun mampu menandingi keindahan dan kedalamannya.
Surah an-Naml diawali dengan pernyataan tegas: bahwa Al-Qur’an adalah Kitabun Mubin, kitab yang jelas, memberi penjelasan, dan tak menyisakan keraguan sedikit pun. Allah menyampaikan bahwa bagi orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, perbuatan buruk justru akan tampak indah, hingga mereka terjerumus dalam kesesatan.
Prof. Dr. M. Yunan Yusuf dalam Tafsir Juz 20: Al-Qawiyyu al-Amin menjelaskan bahwa puncak dari surah ini adalah penggambaran tentang bagaimana Allah akan menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya di akhir zaman, hingga tak seorang pun bisa menyangkal kebenaran-Nya.
Secara naratif, surah ini menyampaikan kisah kenabian yang disusun runtut. Dimulai dari Nabi Musa AS, kemudian Nabi Daud AS, dilanjutkan dengan kisah menawan dari Nabi Sulaiman AS yang disini dipaparkan lebih lengkap daripada surah lainnya. Dikisahkan bagaimana Sulaiman memimpin dengan hikmah, berbicara dengan makhluk lain, hingga menundukkan angin dan jin.
Baca Juga : Arti Kode R4 PPPK 2025: Apakah Lulus atau Tidak? Ini Penjelasan Resmi dari BKN
Tak hanya itu, kisah Nabi Saleh AS dan Nabi Luth AS turut hadir dalam surah ini. Dalam versi Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur karya Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, dijelaskan bahwa kisah-kisah ini tidak hanya mengulang apa yang telah disampaikan di surah sebelumnya, tetapi memperluas dan memperdalam detailnya, khususnya kisah Nabi Luth dan Nabi Musa.
Selain memuat narasi keimanan dan perjuangan para nabi, surah ini juga disebut sebagai pelipur lara bagi Rasulullah SAW. Di tengah tekanan dari kaum kafir Quraisy yang begitu berat, ayat-ayat dalam surah an-Naml hadir sebagai peneguh hati, sebagai isyarat bahwa jalan dakwah memang tak mudah, namun selalu mendapat perlindungan dan pembenaran dari Allah SWT.
Surah an-Naml bukan sekadar bacaan ritual. Ia adalah rangkaian kisah dan pesan spiritual yang mengajak pembaca menyelami kedalaman makna hidup. Dari dialog semut hingga keputusan strategis burung hud-hud, dari mukjizat Nabi Musa hingga kebijaksanaan Nabi Sulaiman, semuanya membentuk satu kesatuan narasi yang memuliakan akal dan hati manusia.