free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Peristiwa

13 Ha Terumbu Karang di Situbondo Rusak, Komunitas Misi Bahari: Diduga karena Bahan Kimia

Penulis : Wisnu Bangun Saputro - Editor : Dede Nana

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Kondisi kerusakan terumbu karang di perairan watu kenong, pasir putih, kabupaten Situbondo, Jumat (20/06/2025). (Foto: Komunitas Misi Bahari for JATIMTIMES)

JATIMTIMES - Komunitas Misi Bahari menemukan fakta tidak menyenangkan terkait terumbu karang di wilayah perairan Kabupaten Situbondo, khususnya perairan Watu Kenong, Pasir Putih Situbondo.

Ketua Komunitas Misi Bahari, Aglendy Rois Oktavirdi atau akrab disapa Glen mengungkapkan bahwa seluas 13 hektare (Ha) terumbu karang di perairan Watu Kenong mengalami kematian dan kerusakan parah.

Baca Juga : Peta Ruhani Jawa: Empat Puluh Sahabat, Ki Ageng Pengging, dan Warisan Sufistik Tanpa Mahkota

"Ini sangat mengejutkan karena September 2024 lalu kerusakan terumbu karang di wilayah tersebut masih seluas 10 hektare dan beberapa waktu lalu kami mengadakan acara di sana dan diketahui kerusakan sudah melebar menjadi seluas 13 hektare," ungkap Glen.

Ia menjelaskan berdasarkan dugaan sementara kerusakan terumbu karang di perairan Watu Kenong tersebut diakibatkan oleh bahan kimia, namun belum pasti jenis bahan kimia yang terkandung.

"Kalau dari ciri-ciri kerusakannya, antara lain terumbu karang mati berwarna coklat kehitaman, adanya lumut atau alga yang menempel di terumbu karang dan karang sangat keropos atau mudah hancur. Dari pengamatan ahli melalui foto dan video diduga karena bahan kimia yang biasa terkandung dalam kaporit," jelasnya.

Kalau dari limbah perumahan, kata Glen tidak mungkin karena di sekitar perairan tersebut jauh dari pemukiman.

 "Kalau dari pemukiman paling dekat itu di pom klatakan, kalau memang dari sana seharusnya terumbu karang yang dilewati juga rusak, ini ternyata tidak," kata Glen.

Komunitas Misi Bahari menduga kerusakan terumbu karang tersebut dikarena kegiatan pembuangan air limbah yang tidak sesuai aturan.

"Seharusnya semua pengusaha penginapan, tambak maupun tempat wisata punya IPAL, agar limbah tidak langsung dibuang ke laut. Kami tidak berniat atau memiliki tujuan agar usaha mereka ditutup. Tidak sama sekali, mungkin karena ketidaktahuan mereka tentang ekosistem laut. Maka dari itu kami membuka ruang diskusi pendidikan terkait hal tersebut," ujarnya.

Baca Juga : Inovasi Tim Kedokteran UM, Ekstrak Mawar dan Probiotik untuk Cegah Penyakit Jantung

Glen menambahkan bahwa hampir 70 persen oksigen di bumi berasal dari ekosistem laut. "Oksigen di bumi itu mayoritas berasal dari ekosistem laut. Ini saja, dengan rusaknya 13 hektare terumbu karang di perairan Watu Kenong ditafsir 5 kuintal oksigen yang harusnya bisa diproduksi karang akhirnya hilang percuma," imbuhnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPRD Situbondo, Johantono menyatakan akan menindaklanjuti pengaduan tersebut dengan memanggil Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat. 

"Kita akan memanggil pihak DLH dulu untuk memastikan apakah tempat usaha disepanjang pantai pasir putih itu sudah memiliki IPAL atau belum. Juga terkait penyebab kerusakan terumbu karang itu," kata Legislator dari Partai PPP itu.

Tidak hanya itu, Johantono juga menegaskan bahwa kerusakan terumbu karang merupakan hal yang harus menjadi perhatian, mengingat potensi kelautan di Situbondo bergantung kepada kelestarian ekosistem lautnya.

"Kalau ekosistemnya rusak, nelayan akan kesulitan mencari ikan, bahkan harus melaut jauh ke tengah untuk mendapatkan ikan. Tapi kalau ekosistemnya bagus tidak perlu ke perairan Madura pun nelayan kita bisa dapat ikan," pungkasnya.