JATIMTIMES - Kecelakaan yang menimpa Air India 171 masih jadi sorotan. Pesawat jenis Boeing 787-8 Dreamliner itu jatuh tak lama setelah lepas landas dari Bandara Ahmedabad, India, dalam perjalanan menuju Gatwick, Inggris. Dari 242 penumpang dan awak di dalamnya, hanya satu orang yang selamat.
Rekaman detik-detik sebelum pesawat jatuh kini dianalisis oleh sejumlah pakar penerbangan. Beberapa menyebut ada kejanggalan pada konfigurasi pesawat, termasuk posisi roda dan flap saat lepas landas.
Baca Juga : Pesawat Dreamliner India Jatuh, 241 Tewas, 1 Selamat
Alastair Rosenschein, mantan pilot British Airways, mengaku melihat hal yang tak biasa dari rekaman video pesawat sebelum jatuh. Menurutnya, roda pendaratan pesawat terlihat masih dalam posisi turun.
“Roda masih terbuka dan itu tidak semestinya. Seharusnya sudah ditarik begitu pesawat mengudara,” kata Rosenschein, dikutip Sky News, Jumat (13/6/2025).
Ia juga menduga flap pesawat tidak dalam posisi yang benar. Padahal, flap membantu pesawat mendapat daya angkat tambahan saat kecepatan masih rendah di fase lepas landas.
“Kalau flap-nya tidak tepat, pesawat bisa kehilangan daya angkat dan tidak mampu mempertahankan ketinggian,” jelasnya. Meski begitu, ia mengakui penilaian ini masih bersifat dugaan awal berdasarkan video yang ada.
Laura Savino, mantan kapten maskapai United Airlines, juga melihat sesuatu yang tidak biasa. Ia menyebut pesawat tampak menggunakan seluruh panjang landasan pacu.
“Landasan di sana cukup panjang, tapi terlihat pesawat tetap berada di tanah sampai ujung runway. Ada debu yang terlihat berterbangan di ujung,” kata Savino.
Setelah mengudara, menurutnya, pesawat tidak langsung naik seperti normal. “Biasanya pesawat akan naik dengan sudut 15 derajat, tapi yang ini seperti tidak berhasil mencapai itu. Lalu pesawat justru mulai turun,” ujarnya.
Ian Petchenik dari Flightradar24 juga menyebut bahwa pesawat kehilangan ketinggian tak lama setelah lepas landas. Ia menduga ada masalah pada flap, meskipun video yang tersedia tidak terlalu jelas.
“Roda pendaratan juga terlihat tetap terbuka lebih lama dari biasanya,” katanya.
Rosenschein menambahkan, roda pendaratan yang tidak ditarik bisa disebabkan oleh masalah hidrolik, sistem yang biasanya mengatur naik turunnya roda. Namun, ia menegaskan hal ini masih berupa spekulasi.
“Kalau memang ada masalah hidrolik, itu bisa menjelaskan kenapa roda tidak naik. Tapi penyidik kecelakaan tentu akan melihat data dari kotak hitam,” ujarnya.
Kotak hitam atau flight data recorder menyimpan data penting soal posisi flap, roda, kecepatan, dan lainnya. Tim dari Biro Investigasi Kecelakaan Pesawat India saat ini sedang bekerja untuk mengakses data tersebut.
Paul Edwards, analis keamanan penerbangan dari Royal Aeronautical Society, juga menganggap posisi roda pendaratan yang masih turun adalah tanda tanya besar.
Baca Juga : Liburan di Bandung: 10 Destinasi Wisata Alam dan Rekreasi Terpopuler
“Biasanya pilot akan langsung menaikkan roda setelah mengudara. Tapi bisa juga dia tidak sempat, atau berniat kembali ke bandara,” ujarnya.
Meski begitu, ia menyebut terlalu dini untuk menyimpulkan penyebab pasti.
“Kita belum tahu. Jadi ini tetap jadi misteri,” katanya.
Dugaan lain disampaikan oleh Dr Jason Knight, dosen mekanika fluida dari University of Portsmouth. Ia menyebut kemungkinan kegagalan dua mesin sekaligus sebagai penyebab jatuhnya pesawat.
“Boeing 787 bisa terbang dengan satu mesin. Jadi kalau sampai jatuh, bisa jadi dua mesinnya gagal berfungsi. Dan di ketinggian rendah seperti itu, pilot nyaris tidak punya waktu untuk manuver darurat,” katanya.
Menurut Knight, penyebab paling mungkin dari kegagalan dua mesin adalah serangan burung (bird strike), terutama jika masuk ke mesin saat proses tinggal landas.
Prof Graham Braithwaite dari Cranfield University menyebut bahwa kejadian seperti ini sangat jarang terjadi, terutama dengan pesawat modern seperti Boeing 787.
“Fase lepas landas memang kritis, tapi kecelakaan di fase ini sangat jarang. Apalagi dengan pesawat sekelas Dreamliner,” kata Braithwaite.
Senada, Prof John McDermid dari University of York menilai kecelakaan ini cukup mengejutkan. “Pesawat ini bahkan belum mencapai ketinggian 200 meter. Biasanya pilot masih bisa membatalkan lepas landas sampai fase akhir. Jadi kemungkinan masalahnya muncul sangat mendadak dan serius,” ujarnya.
Cuaca di Bandara Ahmedabad saat kejadian juga disebut tidak berpengaruh. Prof Paul Williams dari University of Reading menyebut kondisi saat itu cukup ideal untuk penerbangan.
“Langit cerah, kering, suhu sekitar 40 derajat Celsius, angin tenang. Tidak ada tanda-tanda cuaca buruk atau turbulensi,” kata Prof Paul.