Tuntut Akses Listrik, Warga Kaligentong Tulungagung Gelar Demo Damai
Reporter
Aries Marthadinaja
Editor
Dede Nana
13 - Jul - 2025, 06:18
JATIMTIMES - Puluhan warga dari lima desa di wilayah pegunungan selatan Tulungagung berkumpul di Desa Kaligentong, Tulungagung, Kecamatan Tulungagung. Mereka menggelar aksi damai untuk menuntut sesuatu yang seharusnya sudah menjadi hak dasar, yaitu akses listrik.
Warga yang datang bukan hanya dari Kaligentong, tetapi juga dari desa sekitar seperti Panggungkalak, Rejosari, Kalibatur, dan Kresikan. Berdasarkan keterangan salah satu mahasiswa UIN SATU yang diterima pada Minggu, 13 Juli 2025, saat berada di lokasi aksi, warga membawa spanduk dan kertas bertuliskan harapan. Mereka menyampaikan permintaan kepada pemerintah pusat hingga daerah agar jaringan listrik bisa segera masuk ke desa mereka.
Baca Juga : Dari Rumah ke Arena Turnamen, Bocah 8 Tahun Ini Uji Mental di Bhayangkara Chess Day
Seruan yang digelar sejak Sabtu (12/7) ini mereka tujukan kepada Presiden RI, Wakil Presiden, Menteri BUMN, Menteri Pertahanan, Gubernur Jawa Timur, hingga Direktur Utama PLN.
“Kami hanya ingin listrik. Ini kebutuhan dasar, bukan kemewahan. Anak-anak kami sulit belajar dan aktivitas malam sangat terbatas,” ungkap seorang warga.
Selama ini, warga hidup tanpa sambungan listrik permanen. Sebagian dari mereka terpaksa memakai pelita minyak yang asapnya tidak sehat. Ada juga yang mengandalkan genset. Namun, biaya bahan bakar genset cukup memberatkan karena harus dibeli secara rutin.
Beberapa keluarga berusaha memakai tenaga surya, tetapi daya yang dihasilkan sangat terbatas dan belum bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Seorang Ketua RT di Kaligentong menyebutkan bahwa usaha untuk mendapatkan listrik sebenarnya sudah dilakukan berkali-kali. Mulai dari rapat warga di tingkat dusun, desa, sampai pengajuan dalam Musrenbangcam pun sudah ditempuh. Surat-surat permohonan juga pernah dikirim ke pihak PLN.
“Kami sudah bertahun-tahun mengajukan. Tapi selalu dijawab bahwa wilayah kami sulit dijangkau atau belum masuk prioritas. Lalu kapan kami akan menjadi prioritas?” keluhnya.
Warga merasa pembangunan masih timpang. Mereka melihat di perkotaan listrik berlimpah, bahkan pemerintah gencar berbicara soal digitalisasi desa dan smart village. Sementara di desa mereka, cahaya lampu di malam hari saja masih menjadi harapan. Anak-anak harus belajar di bawah penerangan lampu minyak atau lilin yang temaram. Untuk mengerjakan tugas sekolah, mereka sering kesulitan karena penerangan minim...