Ketika Salokantara Dibunuh: Pangeran Silarong dan Kutukan yang Membayangi Penaklukan Blambangan
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
14 - Jun - 2025, 03:54
JATIMTIMES - Ketika Surabaya jatuh ke tangan Mataram pada Mei 1625, bayang-bayang ekspansi besar Mataram mulai menjalar ke pesisir timur Pulau Jawa. Blambangan, negeri ujung timur yang memiliki akar hubungan historis dan politis dengan Bali, segera menjadi perhatian.
Namun, sebagaimana dicatat dalam Daghregister tanggal 1 Mei 1625, kabar awal tentang pengiriman 20 hingga 30 ribu prajurit oleh Raja Mataram untuk menaklukkan Blambangan lebih bersifat ramalan ketimbang fakta aktual. Berita ini berasal dari Encik Muda, seorang pedagang Tionghoa dari Kendal.
Baca Juga : Nasi Pecel dan Ramalan di Tepian Kali Opak: Ki Ageng Karang Lo dalam Sejarah Mataram
Realitas politik waktu itu lebih kompleks. Laporan Belanda tertanggal 27 Oktober 1625 justru membantah kabar tersebut. Bahkan hingga tahun-tahun selanjutnya, perhatian Sultan Agung terhadap Blambangan tampak minim. Meskipun demikian, Raja Blambangan mulai merasa cemas, sebagaimana tercatat dalam Daghregister 24 September 1628, dan mencoba merapat ke Kompeni guna meminta perlindungan dari potensi ancaman Mataram.
Di sisi lain, Blambangan menjalin kedekatan kultural dan politik dengan Bali. Dalam catatan Antonio van Diemen bertanggal 5 Juni 1631, raja Blambangan mengundang perwakilan Belanda ke wilayahnya, tetapi van Diemen menolak dengan alasan kehati-hatian. Dalam konteks ini, Raja Bali berperan sebagai pelindung, namun dalam praktiknya, mengendalikan Blambangan sebagai vasal. Daghregister 25 Juli 1632 bahkan mencatat keberadaan Raja Blambangan di Bali—indikasi subordinasi politik yang nyata.
Huru-hara Pengkhianatan dan Perebutan Takhta
Situasi internal Blambangan mengalami gejolak. Sekitar 1633, istana dilanda kudeta keji. Raja yang sah, Maes Cariaen, diusir dan dibantai bersama seluruh keluarga dan keturunannya oleh seorang tokoh yang disebut "Singersarrij" (kemungkinan orang Singasari). Tokoh ini, melalui patronase dan hadiah-hadiah kepada Raja Bali dan para pembesarnya, diangkat sebagai raja baru Baliboan.
Menurut Meinsma (1874:144), raja baru ini memiliki dua orang putra kembar, yang kelak dikenal sebagai Ki Mas Kembar. Peristiwa berdarah ini menandai berakhirnya dinasti lama Blambangan. Th. Pigeaud (1932:240) mencatat kejatuhan dan lenyapnya garis keturunan terdahulu sebagai titik kritis dalam sejarah kerajaan ini...