Lamajang Tigang Juru dan Situs Biting: Jejak Kerajaan Islam Tertua di Kaki Gunung Semeru
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
09 - Jun - 2025, 04:56
JATIMTIMES - Di sebuah sudut sunyi di Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang, berdiri bisu jejak masa lalu yang terlupakan dari wacana sejarah nasional: Situs Biting.
Di balik rimbunnya pepohonan dan garis pagar tembok kuno yang kini tertimbun tanah dan semak belukar, tersembunyi cerita besar tentang Kerajaan Lamajang Tigang Juru—kerajaan Islam paling awal di tanah Jawa, yang ironisnya tak banyak tercatat dalam narasi resmi historiografi Indonesia.
Baca Juga : Cek Kriteria Peserta yang Lulus Seleksi Kompetensi PPPK 2024 Tahap 2
Situs Biting dan Lamajang Tigang Juru: Jejak Arkeologis yang Terlupakan
Keberadaan Situs Biting telah lama dikenal masyarakat sekitar. Bahkan jauh sebelum penelitian modern dilakukan, makam Arya Wiraraja dan keturunannya sudah dikeramatkan dan diziarahi. Hal ini membuktikan kesinambungan ingatan kolektif masyarakat lokal terhadap warisan leluhur yang agung. Peneliti Belanda J. Magemen baru pada 1861 menyentuh situs ini secara ilmiah, namun bukan sebagai penemu, melainkan pencatat arkeologis pertama.
Kemudian pada 1920, A. Muhlenfeld dari Hindia Belanda melakukan penggalian dan dokumentasi awal terhadap Situs Biting. Sayangnya, hasil penelitiannya tidak dipublikasikan secara luas, berbeda dari penelitian candi-candi Hindu-Buddha yang mendapat perhatian besar.
Baru pada 1982 hingga 1991, Balai Arkeologi Yogyakarta dan Kantor Pendidikan dan Kebudayaan Lumajang kembali menggali dan merekonstruksi situs ini dalam 11 tahap penelitian. Dari sanalah ditemukan struktur benteng kuno dari bata, fragmen gerabah, keramik, dan artefak lainnya yang berasal dari abad ke-14 hingga ke-20.
Temuan arkeologis memperlihatkan bekas tembok benteng raksasa sepanjang 10 km, selebar 4–6 meter, dan setinggi 6–10 meter. Situs Biting diperkirakan mencakup kawasan seluas 135 hektar yang terdiri dari enam blok utama: Keraton (76,5 ha), Jeding (5 ha), Biting (10,5 ha), Randu (14,2 ha), Salak (16 ha), dan Duren (12,8 ha). Ukuran ini menunjukkan bahwa kawasan ini bukan sekadar permukiman biasa, melainkan pusat pemerintahan yang besar dan penting...