Cara Menyucikan Mulut Usai Tak Sengaja Makan Babi
Reporter
Mutmainah J
Editor
A Yahya
25 - Feb - 2025, 12:10
JATIMTIMES - Minyak babi saat ini sedang menjadi perbincangan publik setelah video lawas penyegelan gerai Mie Gacoan di Tangerang Selatan pada Januari 2023 lalu kembali mencuat ke publik.
Viralnya momen penyegelan gerai Mie Gacoan itu disertai dengan narasi bahwa Mie kecintaan anak muda itu mengandung minyak babi.
Baca Juga : Pemkab Malang Komitmen akan Jalankan Program Makan Bergizi Gratis
Padahal faktanya, penyegelan yang dilakukan oleh Satpol PP itu sama sekali tidak berkaitan dengan kandungan bahan makanan di Mie Gacoan, termasuk tuduhan penggunaan minyak babi. Penyegelan dilakukan karena gerai tersebut belum memiliki izin operasional yang lengkap saat itu.
Apalagi, Mie Gacoan telah resmi mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak Juni 2023 lalu.
Namun terlepas dari itu semua, banyak Muslim yang kerap tidak sengaja memakan babi saat menyantap hidangan diluar. Hal ini terjadi karena beberapa rumah makan di Indonesia menyediakan makanan mengandung babi untuk orang-orang yang bisa mengonsumsinya.
Selain itu, tidak sengaja memakan babi itu juga bisa terjadi kepada umat muslim yang melancong ke negara-negara yang penduduknya mayoritas non-muslim. Perbedaan bahasa dan tidak semua negara yang menyertakan logo halal dalam kemasan makanan pun membuat kemungkinan kejadian ini semakin besar.
Jika tidak sengaja memakannya, bagaimana cara menyucikan mulut yang sudah terlanjur memakan hewan yang diharamkan dalam Islam? Berikut penjelasannya.
Larangan Makan Babi
Dalam Islam, babi dianggap sebagai hewan yang najis dan haram. Selain dinilai buruk untuk dikonsumsi, babi juga dilarang untuk dipelihara oleh Allah Swt.
Dikutip dari NU Online, perintah ini tertuang dalam firman Allah Swt berikut ini:
أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ
Artinya, "Atau daging babi, karena sungguh babi itu haram najis (dan haram dikonsumsi)." (QS al-An'am: 145). (Ahmad As-Shawi, Hasyiyatus Shawi 'ala Tafsiril Jalalain, [Beirut, Darul Fikr: 2004), juz II, halaman 65); dan Abu Bakar bin Muhammad al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Damaskus, Darul Khair: 1994], halaman 70)...