JATIMTIMES - Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Pelindungan Perempuan dan Anak disahkan dalam rapat paripurna di Gedung DPRD Jatim, Senin (29/12/2025) kemarin. Fraksi PKS DPRD Jatim turut mendukung terbentuknya regulasi tersebut.
Juru bicara Fraksi PKS DPRD Jatim Puguh Wiji Pamungkas menegaskan, pengesahan aturan itu harus diikuti dengan implementasi yang progresif, berkeadilan, dan benar-benar menyentuh kebutuhan korban.
Baca Juga : Dokter RSI Unisma Ingatkan Pentingnya Mengenali Sinyal Tubuh dari Darah dan Urin
"Fraksi PKS berharap perda ini mampu menghadirkan perlindungan yang optimal, membangun ekosistem tumbuh kembang yang aman dan berkualitas, serta menjadi pijakan kuat bagi Jawa Timur yang lebih berkeadilan dan berakhlak," jelas Puguh.
Sebagai anggota Komisi E, Puguh juga secara intensif turut mengawal pembentukan perda itu. Sejumlah aspek penting menjadi perhatian utama selama pembahasan.
Sekretaris Fraksi PKS DPRD Jatim itu juga menyoroti aspek pendanaan yang dinilai krusial. Pihaknya sependapat dengan hasil fasilitasi Kemendagri terkait penambahan aspek pendanaan dalam ruang lingkup perda.
"Namun, Fraksi PKS mengingatkan agar pendanaan tidak berhenti pada kegiatan formal semata, melainkan benar-benar dialokasikan untuk pemenuhan hak, pencegahan kekerasan, penanganan kasus, dan pemulihan korban perempuan dan anak," jelasnya.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya kolaborasi multistakeholder dalam penyusunan dan pelaksanaan Rencana Aksi Daerah. Menurut Fraksi PKS, perlindungan perempuan dan anak harus melibatkan unsur partai politik, organisasi masyarakat, perguruan tinggi, media, dunia usaha, hingga pekerja, melalui pendekatan pentahelix yang berkelanjutan.
Dalam aspek pendidikan, Fraksi PKS memberikan perhatian khusus pada penguatan wajib belajar 13 tahun. Pihaknya menilai kebijakan ini harus ditopang dukungan nyata dari pemerintah kabupaten/kota, pemerintah pusat, serta perbaikan infrastruktur pendidikan, termasuk PAUD sebagai bagian penting dalam pemenuhan hak anak.
"Kami Fraksi PKS juga meminta adanya langkah konkret untuk menanggulangi anak putus sekolah agar hak pendidikan tidak terabaikan," ujar legislator asal Dapil Malang Raya itu.
Lebih jauh, Fraksi PKS turut mendorong agar Tim Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak tidak hanya bersifat administratif, tetapi aktif dalam monitoring, evaluasi, mitigasi, dan pencegahan di daerah-daerah yang rawan pelanggaran hak perempuan dan anak. Tim ini diharapkan terbuka berkolaborasi dengan LSM, ormas, dan elemen masyarakat sipil lainnya.
Baca Juga : Tutup Tahun 2025, PAN Gelar Doa Bersama untuk Keselamatan Bangsa Bersama Anak Yatim
Sementara itu, di tengah pesatnya perkembangan teknologi, FPKS juga mengingatkan pentingnya pengaturan rinci terkait literasi digital dan perlindungan dari kekerasan berbasis daring. Perda ini, menurut PKS, harus mampu melindungi perempuan dan anak dari perundungan siber, eksploitasi digital, hingga penyebaran konten bermuatan kekerasan yang mengancam keselamatan dan martabat korban.
Tak kalah penting, Fraksi PKS menekankan pemenuhan hak pekerja perempuan, khususnya terkait cuti hamil, melahirkan, dan menyusui, termasuk bagi perempuan penyandang disabilitas dan kelompok rentan. FPKS mendorong agar pelaksanaan perda ini selaras dengan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.
Dalam kesempatan itu, Fraksi PKS mengapresiasi kinerja Komisi E DPRD Jatim bersama Pemerintah Provinsi dan seluruh pemangku kepentingan yang telah menyelesaikan pembahasan Raperda hingga tahap fasilitasi Kementerian Dalam Negeri.
Pihaknya menilai kehadiran perda ini menjadi langkah strategis di tengah meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik di ruang publik, domestik, maupun di ranah digital.
Puguh menegaskan bahwa perempuan dan anak merupakan kelompok rentan yang membutuhkan perlindungan khusus dan komprehensif. Karena itu, perda ini diharapkan tidak hanya bersifat normatif, tetapi mampu memperkuat pencegahan, penanganan, hingga pemulihan korban kekerasan secara nyata.
“Perlindungan perempuan dan anak adalah bagian dari pemenuhan hak asasi manusia sekaligus indikator penting terwujudnya keadilan sosial dan pembangunan daerah yang inklusif,” paparnya.