JATIMTIMES - Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB) membuat lompatan besar dalam modernisasi sistem peradilan dan penyelesaian sengketa. Melalui serangkaian agenda padat, Program Studi Magister Ilmu Hukum FH UB resmi meluncurkan Brawijaya Legal Aid (BeLA), sebuah platform bantuan hukum daring berbasis Artificial Intelligence (AI), sekaligus meresmikan e-Court Simulator sebagai bagian dari Seminar Nasional dan Call for Paper, Kamis, (6/11/2025) di FH UB.
Peluncuran BeLA menjadi sorotan utama, menandai era baru dalam akses sistem peradilan agar lebih modern, efisien, transparan, dan terjangkau bagi masyarakat luas. Aplikasi ini dirancang sebagai layanan konsultasi dan nasihat hukum (advice) online yang dapat diakses oleh masyarakat Indonesia, bahkan meluas ke Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri.

Dekan FH UB, Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum., menjelaskan bahwa BeLA dikembangkan melalui kolaborasi intensif dengan beberapa negara. Aplikasi ini dapat diakses melalui website, bela-fh.ub.ac.id. "Kami bekerja sama dengan Thailand, melalui Kedutaan Indonesia di Bangkok, kemudian Korea Selatan dengan Korean Muslim Federation (KMF), serta Malaysia dengan Perguruan Tinggi Yusim," ujar Dr. Aan.
Baca Juga : Pimpinan KPK Puji Kepemimpinan Mas Ibin, Kota Blitar Jadi Percontohan Kota Antikorupsi Nasional
Kolaborasi internasional ini bertujuan untuk memastikan WNI di negara-negara tersebut dapat mengakses BeLA untuk konsultasi hukum awal. Jika masalah belum tuntas, pendekatan yang lebih personal (human being) melalui kerja sama kedutaan dan mitra di sana akan dikerahkan.

Selain BeLA, FH UB juga meluncurkan E-Court Simulator sebagai upaya adaptasi teknologi AI ke dalam ruang pembelajaran dan praktek peradilan. Langkah ini didorong oleh visi untuk menciptakan peradilan yang murah, cepat, dan adil.
Dr. Aan Eko Widiarto menyoroti urgensi modernisasi peradilan. Ia mencontohkan inefisiensi sistem manual, di mana biaya tinggi, seperti transportasi dan akomodasi untuk ahli dari luar kota yang ternyata sidangnya ditunda, sering terjadi. "Dengan adanya E-Court dan sistem modernisasi, peradilan akan menjadi lebih efisien dan murah. Masyarakat tentunya sangat menyambut baik," katanya.
Namun, Dr. Aan juga melontarkan kritik konstruktif terhadap sistem E-Court yang saat ini berlaku. Menurutnya, dasar hukum E-Court seharusnya diatur dalam undang-undang, tidak hanya cukup dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) atau Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema).
"Seharusnya ada undang-undang yang melingkupi keberadaan E-Court ini, karena yang tunduk bukan hanya hakim, tapi juga seluruh rakyat Indonesia, polisi, dan jaksa. Ini adalah perbaikan E-Court ke depan yang sangat penting," jelas Aan.

Dr. Dewi Cahyandari SH.MH, Kepala Laboratorium Hukum sekaligus Koordinator Tim Aplikasi BeLA, menambahkan, bahwa keunggulan BeLA terletak pada akurasi informasinya. Disana, masyarakat dapat berkonsultasi tentang berbagai persoalan hukum. "Tidak seperti AI biasa yang seringkali 'ngawur', BeLA hanya memuat sumber-sumber hukum, termasuk peraturan perundang-undangan, yang sudah divalidasi dan diverifikasi oleh para dosen ahli. Kami memfilter mana yang masih berlaku dan mana yang tidak," tegas Dr. Dewi.
Aplikasi ini mencakup seluruh bidang hukum, mulai dari pidana, perdata, hukum internasional, administrasi, hingga tata negara, sehingga menjadi pendamping hukum yang komprehensif. Saat ini, BeLA berbentuk link yang dapat diakses, dengan rencana pengembangan fitur lanjut seperti analisis dokumen hukum (legal document).

Disisi lain, Dr. Amelia Sri Kusumadewi SH.Mkn, Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum FH UB, menyatakan bahwa seminar nasional dan call for paper ini adalah manifestasi kewajiban akademik untuk membersamai mahasiswa dan mendorong reformasi hukum yang lebih luas. Kegiatan ini juga menjadi medan tempur bagi peserta untuk beraktualisasi melalui publikasi paper ber-ISBN.
Baca Juga : Kota Blitar Raih Predikat Istimewa dari KPK dalam Penilaian Kota Antikorupsi 2025
Dr. Amelia menekankan pentingnya modernisasi sistem peradilan tidak hanya bagi internal pengadilan, tetapi juga untuk kemajuan bangsa. Mengutip hasil penelitian ahli hukum Belanda, Sebastian Pompe, ia menjelaskan korelasi antara sistem hukum yang transparan, akuntabel, dan efisien dengan pertumbuhan ekonomi.
"Negara kita tidak akan menjadi negara yang kemudian pertumbuhan ekonominya cepat ketika sistem peradilan, sistem penyelesaian sengketanya itu tidak transparan, tidak akuntabel, tidak efisien," tegas Amelia.
Ia menambahkan bahwa reformasi sangat dibutuhkan karena banyak peraturan dalam sistem peradilan dan arbitrase masih sangat tradisional.
Dengan diluncurkannya BeLA dan E-Court Simulator, FH UB tidak hanya meng-upgrade ilmu di lingkungan kampus, tetapi juga mengirimkan pesan kuat kepada khalayak bahwa modernisasi sistem peradilan adalah kebutuhan mendesak untuk menciptakan sistem hukum yang lebih firm dan berdaya saing global.
Sementara itu, dalam Seminar Nasional dan Call for Paper ini, menghadirkan jajaran pakar hukum ternama, termasuk Prof. Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M. (Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung RI periode 2017-2024), Dr. Hakim Tri Cahya Indra Permana, S.H,.M.H. (Wakil Ketua PTUN Pekanbaru Riau), Prof. Dr. Yohanes Sogar Simamora S.H., M.Hum. (Guru Besar Ilmu Hukum FH Universitas Airlangga), dan Dr. Faizin Sulistio, S.H., LL.M. (Akademisi FH UB).