Majapahit setelah Kertawijaya: Intrik, Kudeta, dan Perang Saudara
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Yunan Helmy
09 - Apr - 2025, 07:44
JATIMTIMES - Pada tahun 1373 Saka atau 1451 Masehi, Sri Prabu Kertawijaya mangkat. Kepergiannya menandai awal dari rangkaian konflik yang akan mengguncang Majapahit hingga ke akar-akarnya.
Menurut Pararaton, jenazah Kertawijaya didarmakan di Kertawijayapura, yang diyakini berada di samping makam putri Campa, Darawati, istrinya. Namun, tafsir lokal menyebutnya sebagai makam Prabu Damarwulan dan permaisurinya, Ratu Kencono Wungu.
Baca Juga : Update Truk Bermuatan Kayu Log Tersambar Kereta Api di Gresik, Asisten Masinis Tewas
Sejak wafatnya Kertawijaya, Majapahit segera terseret dalam perang suksesi yang berkepanjangan. Kekuatan politik dalam kerajaan mulai terpecah, memunculkan intrik, kudeta, dan pergolakan di dalam istana. Kerapuhan ini menjadi faktor utama yang mempercepat kemunduran Majapahit.
Kekacauan Pasca-Kematian Sri Prabu Kertawijaya
Pengganti Kertawijaya adalah Dyah Wijayakumara Bhre Pamotan yang naik takhta dengan gelar Sri Rajasawarddhana pada tahun 1373 Saka (1451 M). Menariknya, ia bukan putra kandung Kertawijaya, melainkan hanya menantu. Penobatan yang dilakukan di Keling-Kahuripan—bukan di ibu kota Wilwatikta—menunjukkan adanya instabilitas di pusat kekuasaan.
Namun, pemerintahannya hanya bertahan kurang dari dua tahun. Dalam tekanan konflik internal dengan para putra kandung Kertawijaya, Sri Rajasawarddhana mengalami gangguan jiwa. Dalam keadaan bingung, ia melompat dari perahu ke tengah lautan dan tewas. Jenazahnya dicandikan di Sepang, dan ia kemudian dikenal sebagai Bhre Pamotan Sang Sinagara.
Sejak wafatnya Rajasawarddhana, selama tiga tahun (1453–1456), Majapahit mengalami kevakuman kekuasaan (telung taun tan hana prabhu). Kekosongan ini semakin memperlemah struktur kerajaan yang sudah mulai retak.
Bhre Wengker: Mempertahankan Sisa Kekuasaan
Pada tahun 1378 Saka (1456 M), Bhre Wengker, putra Kertawijaya, naik takhta dengan gelar Hyang Purwawisesa. Ia mencoba mengembalikan stabilitas dengan melanjutkan kebijakan ayahandanya, termasuk memberikan kedudukan kepada kerabat yang beragama Islam.
Di bawah pemerintahannya, Raden Patah, saudara lain ibu, diangkat sebagai Pecat Tandha di Bintara (Demak) di bawah Adipati Lembu Sora. Raden Kusen, putra Arya Damar, dijadikan Pecat Tandha di Terung. Bhatara Katong, yang telah memeluk Islam, menjadi raja di Wengker (Ponorogo). Sementara itu, Raden Paku, keturunan Bhre Wirabhumi, menjadi penguasa di Giri dengan gelar Prabu Satmata...