Kejari Kota Malang Lakukan RJ Kasus Iuran Uang Makam, Tersangka Terdesak Bayar Sekolah Anaknya
Reporter
Hendra Saputra
Editor
Dede Nana
14 - Mar - 2025, 08:08
JATIMTIMES - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang menempuh upaya restorative justice (RJ) pada tersangka penggelapan iuran uang makam. Karena, iuran uang makam tersebut digunakan tersangka untuk membayar sekolah anaknya.
Kajari Kota Malang, Tri Joko melalui Kasi Intel Agung Tri Radityo mengatakan bahwa pihaknya menghentikan penuntutan terhadap perkara penggelapan yang melibatkan tersangka Moch Natsir.
Baca Juga : Antisipasi Ricuh THR, Disnaker-PMPTSP Kota Malang Siapkan Posko dan Segera Sidak Perusahaan
Kasus bermula pada awal tahun 2021 di wilayah Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Saat itu warga menyepakati musyawarah untuk menarik iuran uang makam yang diperuntukkan sebagai tanah makam.
Pada saat itu, tersangka Moch Natsir dipercaya dan ditunjuk oleh warga untuk mengumpulkan iuran uang makam yang akan diserahkan kepada Sulton selaku bendahara pengadaan tanah makam. Besaran iuran ditetapkan senilai Rp.1.000.000 untuk setiap Kartu Keluarga dan pembayaran bisa dicicil sebanyak sepuluh kali selama bulan September 2021 sampai dengan bulan Juni 2022.
“Pada periode bulan September 2021 sampai dengan bulan Juni 2022 itu telah terkumpul iuran uang makam warga sebesar Rp.17.500.000,” ungkap Agung.
Akan tetapi uang yang diserahkan tersangka Moch Natsir kepada Sulton hanya sebesar Rp.4.400.000. Didapati sisa uang tersebut ternyata digunakan untuk biaya sekolah anaknya.
“13 Maret 2023, tersangka Moch Natsir membuat surat pernyataan yang mengakui bahwa iuran uang pengadaan tanah makam telah dipergunakan untuk biaya sekolah anaknya,” ungkap Agung.
Dalam proses hukum, Agung menjelaskan bahwa tersangka Moch Natsir sebenarnya dijerat dengan Pasal 372 atau 378 KUHP yang ancaman hukumannya maksimal empat tahun penjara. Namun, Agung mengaku ada beberapa faktor mendorong penerapan Restorative Justice dalam kasus ini.
“Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Kemudian bukan merupakan residivis dan tidak pernah masuk dalam daftar pencarian orang hasil pengecekan SIPP dan CMS. Selanjutnya ancaman pidana tidak lebih dari empat tahun penjara,” ungkap Agung.
Baca Juga : Baca Selengkapnya