Ketika Iman Tak Lagi Menggerakkan Tangan: Bahaya Tersembunyi dari Sifat Pelit

21 - Nov - 2025, 10:57

Ilustrasi gambar orang beriman namun pelit (ist)


JATIMTIMES - Ada satu sifat yang diam-diam bisa merusak fondasi iman seseorang: kepelitan. Ia terlihat sepele, tapi dalam banyak riwayat, sikap kikir justru digambarkan sebagai jurang yang menjauhkan seorang mukmin dari Tuhannya. Kedermawanan bukan semata soal uang, itu barometer keyakinan, sejauh apa seseorang percaya bahwa rezeki datang dari Allah, bukan dari genggaman tangannya sendiri.

Rasulullah SAW pernah menggambarkan perbedaan antara hati yang dermawan dan hati yang kikir dengan cara yang sulit dibantah. Dalam sebuah riwayat Tirmidzi, beliau bersabda bahwa orang yang murah hati akan selalu dekat dengan Allah, disukai manusia, dekat dengan surga, serta jauh dari neraka. Kebalikannya, orang pelit justru terlempar jauh dari semua kedekatan itu. Bahkan, orang yang kurang ilmu tetapi dermawan lebih dicintai Allah daripada ahli ibadah yang pelit.

Baca Juga : Lomba Burung Mbois Berkelas Cup Siap Dongkrak Ekonomi Kota Malang

Pandangan itu dipertegas oleh Maulana Muhammad Zakariyya Al Khandahlawi dalam Fadhilah Sedekah. Menurutnya, seseorang yang ibadah sunnahnya sederhana tetapi ringan tangan jauh lebih utama dari mereka yang sujudnya panjang namun hatinya kering dari kemurahan. Ibadah wajib tetap harus dijalankan, tapi kualitas hubungan seseorang dengan Allah bisa terlihat dari seberapa mudah ia mengorbankan hartanya.

Imam Al Ghazali, melalui kisah Nabi Yahya AS dalam Ihya Ulumuddin, memberi ilustrasi yang bikin merinding. Ketika Nabi Yahya bertanya kepada setan tentang siapa manusia yang paling ia sukai, setan menjawab: ia sangat menyukai orang beriman yang pelit, dan membenci orang fasik namun dermawan. Alasannya sederhana, kepelitan orang beriman sudah cukup untuk menyeretnya ke neraka tanpa harus setan repot menggoda. Sementara orang fasik yang suka memberi membuat setan cemas; bisa jadi kemurahan hatinya menjadi sebab turunnya ampunan Allah.

Maulana Zakariyya menyambung penjelasan itu dengan menyebut bahwa kedermawanan tumbuh dari husnuzan kepada Allah, keyakinan bahwa Allah akan mengganti setiap pemberian. Sedangkan pelit justru lahir dari prasangka buruk: merasa harta akan habis dan Allah tidak akan menambah lagi. Ketika keyakinan semacam ini meracuni hati seorang mukmin, di situlah celah kesesatan menganga.

Beberapa hadits lain semakin menegaskan betapa kacaunya kondisi orang yang beriman tetapi pelit. Dalam riwayat Muslim, Rasulullah SAW menyatakan bahwa sedekah tidak akan mengurangi harta. Ketakutan kehilangan adalah akar pelit, dan hadits ini secara terang-terangan mencabut akar itu. "Bahkan setiap pagi, dua malaikat turun dan salah satunya mendoakan agar Allah mengganti harta orang yang berinfak, sementara malaikat lainnya mendoakan kebinasaan bagi orang yang menahan hartanya" (HR. Bukhari & Muslim)

Baca Juga : Khutbah Jumat: Menyiapkan Amal Saleh Sebelum Ajal Menjemput

Rasulullah SAW juga pernah memperingatkan tentang bahaya menjadi “budak harta.” Dalam riwayat Bukhari, beliau berkata, “Celakalah hamba dinar dan dirham.” Ketika seseorang mulai menuhankan hartanya bukan lagi sekadar sifat, melainkan tanda bahwa ia sedang terjajah oleh dunia.

Pada akhirnya, pelit bukan cuma soal tidak memberi. Itu adalah cermin kerapuhan iman. Orang beriman yang kikir berjalan dengan dua beban sekaligus: takut kehilangan dan tidak percaya bahwa Allah mampu mengganti. Sementara orang dermawan bergerak ringan, yakin bahwa tangan yang memberi tak pernah dibiarkan kosong.


Topik

Pendidikan, Pelit, sifat pelit,



Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di Indonesia. Sektor industri, perdagangan, dan pariwisata menjadi pilar utama perekonomian Jatim. Pembangunan infrastruktur juga terus dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.



cara simpan tomat
Tips Memilih Bralette