Solo di Ambang Revolusi: 1865 dan Jaringan Perlawanan Gaib
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Yunan Helmy
13 - Apr - 2025, 08:03
JATIMTIMES - Penangkapan Pangeran Diponegoro pada tahun 1830 tidak serta-merta menghentikan gelombang perlawanan rakyat Jawa terhadap kekuasaan kolonial. Justru sebaliknya, semangat perlawanan mengalami transformasi bentuk dan pusat gerakannya.
Surakarta, sebagai salah satu pusat kekuasaan feodal yang dijaga ketat oleh pemerintah kolonial, berubah menjadi episentrum gerakan sosial yang dinamis. Pada pertengahan abad ke-19, Jawa tetap menjadi medan ketegangan antara elite pribumi dan otoritas kolonial Belanda.
Baca Juga : Menteri Meutya Hafid Minta Masyarakat Beralih ke eSIM, Apa itu?
Dalam bayang-bayang sistem feodal yang dipelihara secara sistematis, muncul berbagai bentuk perlawanan baru -bukan lagi dalam bentuk perang terbuka-, melainkan melalui konspirasi politik, ramalan eskatologis, hingga upaya kudeta yang terselubung.
Di Surakarta, intrik dalam lingkungan istana, gerakan keagamaan, dan ambisi para bangsawan menciptakan konfigurasi sosial-politik yang kompleks dan berpotensi menggoyahkan stabilitas pemerintahan kolonial.
Artikel ini akan mengulas secara mendalam bagaimana berbagai peristiwa pada tahun 1865, mulai dari penemuan dokumen-dokumen rahasia hingga keterlibatan tokoh-tokoh penting seperti Paku Buwana IX, membentuk salah satu skandal politik terbesar di era itu.
Gejolak di Solo: Awal dari Konspirasi Besar
Pada Juni 1865, laporan tentang pertemuan-pertemuan rahasia di pemakaman kerajaan di sekitar Solo mulai mencuat. Kelompok yang terlibat dalam pertemuan ini bukan sekadar rakyat biasa, tetapi termasuk bangsawan, ulama, dan pemimpin masyarakat yang memiliki pengaruh luas. Mereka menggelar ritual keagamaan, pertunjukan wayang, serta pembacaan kitab-kitab yang berisi ramalan tentang datangnya pemimpin besar yang akan membebaskan Jawa dari cengkeraman Belanda.
Residen Solo saat itu, N.D. Lammers van Toorenburg, merasa curiga dan segera memerintahkan Kepala Kepolisian Kerajaan Raden Tumenggung Suradirja untuk menyelidiki aktivitas ini. Penyelidikan tersebut membuahkan hasil cepat. Pada 8 Juli 1865, seorang tokoh bernama Mangkuwijaya ditangkap di Desa Merbung bersama lima belas pengikutnya. Barang bukti yang ditemukan sangat mencurigakan: berbagai manuskrip dalam bahasa Arab, tulisan-tulisan kuno dari Jagabaya, serta jimat-jimat yang diyakini memiliki kekuatan supranatural.
Namun, yang paling menggemparkan adalah keterkaitan kelompok ini dengan para perantau Jawa di Makkah...