Menolak Tanah Lapangan Dieksekusi, Warga Sumberejo Kota Batu Ajukan Gugatan
Reporter
Prasetyo Lanang
Editor
Dede Nana
05 - Mar - 2025, 05:02
JATIMTIMES - Masalah kepemilikan tanah lapangan seluas 4.000 m persegi bekas eigendom di Desa Sumberejo, Kecamatan/Kota Batu masih berlanjut. Belum lama ini, warga mengajukan gugatan ke pengadilan lantaran tak ingin tanah lapangan yang selama ini difungsikan sebagai fasilitas umum (Fasum) dieksekusi.
Tiga warga menjadi perwakilan kuasa untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Kota Malang. Pada dokumen yang tercatat di Pengadilan Negeri Kota Malang, tiga pihak jadi tergugat, antara lain Haryo Sawunggaling, Menik Rachmawati, dan PT. Satrya Pratama Berlian. Dengan sebanyak delapan pihak turut tergugat.
Baca Juga : PKL Pagesangan Timur Minta Diperbolehkan Jualan di Luar Selama Ramadan
Gugatan perdata yang diajukan oleh warga melalui kuasa hukum mereka yaitu MSA Law Firm MS Alhaidary and Partners itu bernomor register 78/Pdt. G/2025/PN MLG pada 27 Februari 2025. Di mana telah terdaftar Selasa, 4 Maret 2025 dan dijadwalkan sidang perdana pada 18 Maret 2025.
Langkah tersebut diambil sebagai bentuk perlawanan terhadap eksekusi lahan yang terus diupayakan oleh pihak yang mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut melalui Pengadilan Negeri Malang.
Kuasa hukum warga, M. Syafi'i Alhaidary menyampaikan bahwa dengan gugatan yang diajukan itu warga menginginkan ekseskusi tidak dilakukan. Warga juga meminta kejelasan dan terus menolak hingga keputusan bisa berpihak ke warga agar tanah tetap digunakan sebagai fasum.
"Warga sudah menggugat kemarin. Warga merasa tanah itu milik warga yang memang untuk fasum, dilakukan pembagian tahun 1964. Dengan 4000 meter persegi untuk lapangan sejak tahun 1972. Tapi tahun 2022 turun penetapan ekseskusi (pengosongan) atas nama Menik Rahmawati. Sehingga warga tetap tidak terima," jelas Haidary saat dikonfirmasi, Rabu (5/3/2025).
Menurut penjelasannya, ada kejanggalan karena sejak tahun 1990 muncul sertifikat atasnama Saidi, warga Sumberejo. Sedangkan yang bersangkutan telah meninggal dunia tahun 1965.
"Kok bisa tahun 65 orangnya meninggal dunia, lalu sertifikat bisa muncul tahun 1990 dan ada jual beli seolah kepada Hariyo Sawunggaling, lalu dilelang pada Menik tahun 2005. Sedangkan tahun 2022 diajukan eksekusi pengosongan," ungkapnya.
"Yang pasti warga mau mempertahankan sebagai fasum. Itu jadi salah satu dalil gugatan untuk tetap dikelola warga," imbuh dia.
Dengan gugatan yang disampaikan itu, sambungnya, otomatis warga meminta ekseskusi ditunda. Ia membenarkan sidang pertama dilakukan 18 maret dengan agenda mediasi awal...