LSF: Sensor Film di Platform Digital Masih Terganjal di Regulasi

18 - Nov - 2025, 03:45

Ketua Subkomisi Dialog LSF RI, Widayat S. Noeswa (Anggara Sudiongko/JatimTIMES)


JATIMTIMES - Di tengah derasnya arus tontonan digital, Lembaga Sensor Film (LSF) RI justru masih terjebak dalam ruang sempit regulasi yang belum mengejar zaman. Konten di platform Video Over-The-Top (OTT) atau Video on Demand (VoD) melaju tanpa rem, sementara mekanisme sensor yang selama ini mengatur bioskop dan televisi tak bisa menjangkaunya. Kegamangan aturan ini bukan sekadar isu administratif; ia berdampak langsung pada masyarakat yang kian dibanjiri konten tanpa filtrasi yang seragam.

Ketua Subkomisi Dialog LSF RI, Widayat S. Noeswa, menyebut situasinya dengan lugas. Problem utamanya cuma satu, aturan yang kedodoran. Menurutnya, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman memang memerintahkan filtrasi film yang tayang di bioskop dan TV, tapi tidak mencakup platform digital. Itu sebabnya OTT tidak punya kewajiban mengajukan kontennya untuk disensor. 

Baca Juga : Marissa Anita Buka Suara Usai Gugat Cerai Andrew Trigg, Mohon Doa di Tengah Masa Sulit

“Payungnya sudah ada, cuma teknisnya belum. Karena undang-undangnya belum ada, mereka tidak punya kewajiban untuk nyensor,” katanya, ditemui dalam kegiatan Literasi Layanan Penyensoran Film dan Iklan Film: Bimbingan Teknis Pembuatan Akun e-SiAS dengan Pemangku Kepentingan Perfilman di Jawa Timur, Selasa, (18/11/2025).

Di televisi, setiap program non-berita wajib lolos sensor LSF sebelum tayang. KPI kemudian bertugas mengawasi setelahnya. Ekosistem yang jelas dan berjenjang. Namun di layanan streaming, mekanisme seperti itu belum bisa diterapkan. Beberapa platform memang mulai mengajukan konten secara sukarela, Netflix, Vidio, hingga Fusion+ disebut sudah membuka kerja sama sensor untuk program original mereka. Tapi sekali lagi, semuanya bergantung pada niat baik, bukan kewajiban hukum. Itu sebabnya konten digital bisa tampil tanpa klasifikasi yang konsisten, padahal permintaan perlindungan dari publik terus meningkat.

Karena belum ada aturan yang mengikat, LSF memilih memperkuat literasi masyarakat sebagai tameng sementara. Edukasi mengenai klasifikasi usia, dampak tontonan, dan tanggung jawab orang tua disebarkan lewat program sosialiasi. Widayat mencontohkan bagaimana orang tua masih sering mengajak anak menonton film 17+ tanpa memeriksa rating. Kesadaran publik masih rapuh, sementara regulasi belum hadir sepenuhnya. Itulah sebabnya literasi dianggap sebagai garda depan dalam menjaga penonton, khususnya anak dan remaja.

Di sisi lain, LSF kini tengah melakukan riset di sepuluh kota besar untuk mengevaluasi klasifikasi usia penonton. Rentang usia yang ada dianggap terlalu sempit dan tidak lagi relevan dengan kebutuhan anak-anak zaman sekarang. Negara lain memiliki lebih banyak kategori, seperti 7-13 tahun atau 15 tahun. LSF ingin aturan baru nanti memberikan ruang lebih fleksibel itu agar perlindungan terhadap penonton lebih presisi. Widayat menegaskan bahwa peningkatan klasifikasi usia ini membutuhkan dasar hukum yang jelas, sehingga riset menjadi langkah awal sebelum pembaruan regulasi.

Proses revisi Undang-Undang Perfilman dan Undang-Undang Penyiaran tengah didorong bersama KPI dan kementerian terkait. Meski begitu, jalan legislasi tidak pernah sederhana. Prolegnas punya dinamika sendiri, dan tanpa tekanan publik maupun politik, prosesnya bisa sangat lambat. LSF bahkan sempat disentil karena aturan yang belum update, sementara industri film sudah berlari jauh. 

Baca Juga : Pemkab Blitar Perkuat Petani Tembakau Lewat Penyaluran Alsintan DBHCHT 2025

LSF sebenarnya adalah lembaga independen, tetapi anggarannya berada di bawah Kemendikbud sehingga ritme strategisnya harus sejalan dengan kebijakan kementerian. Situasi ini turut mempengaruhi percepatan revisi aturan. “Mudah-mudahan tahun depan lah,” pungkas Widayat.

 


Topik

Peristiwa, lembaga sensor film, fil ott,



Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di Indonesia. Sektor industri, perdagangan, dan pariwisata menjadi pilar utama perekonomian Jatim. Pembangunan infrastruktur juga terus dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.



cara simpan tomat
Tips Memilih Bralette