Komisi B DPRD Jatim Soroti Program DKP, Tagih Dampak Nyata ke Kesejahteraan Nelayan

04 - Nov - 2025, 06:11

Juru bicara (jubir) Komisi B DPRD Jatim Muhammad Mughni.


JATIMTIMES - Efektivitas pelaksanaan program Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Timur (Jatim) dipertanyakan. Hal tersebut menjadi perhatian serius bagi Komisi B DPRD Jatim. 

Juru bicara (jubir) Komisi B DPRD Jatim Muhammad Mughni mengulas sederet persoalan yang sampai saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi DKP. Salah satunya adalah terkait aspek pengawasan terhadap alat tangkap yang dilarang.

Baca Juga : HIMPAUDI Magetan Datangi DPRD, Tuntut Kenaikan Insentif dan Perbaikan Mutu PAUD

"Seperti cantrang, hingga kini pengawasannya masih lemah dan belum menyentuh akar persoalan di lapangan. Sehingga banyak terjadi di Sidoarjo, Gresik, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Malang, Madura, dan Lamongan," ungkap Mughni.

Politisi PKB itu menambahkan, permasalahan ini menimbulkan kerusakan ekosistem laut yang parah, serta mengacaukan rantai makanan laut yang membutuhkan 15 hingga 20 tahun untuk pulih kembali. Selain itu, konflik antar nelayan di Pulau Masalembu yang melibatkan nelayan lokal dan nelayan daerah lain yang menggunakan cantrang terus terjadi tanpa penyelesaian yang nyata. 

"Meskipun kelompok nelayan telah berulang kali datang dan melakukan audiensi dengan DKP untuk meminta pembangunan Pos Keamanan Laut Terpadu (Poskamladu), hingga kini belum terealisasi," tandasnya.

Mughni menilai, kondisi ini menegaskan pentingnya penguatan pengawasan dan tata kelola aktivitas nelayan di kawasan rawan konflik. Termasuk di daerah lain yang memiliki potensi serupa.

"Ironisnya, meskipun Jawa Timur tercatat sebagai provinsi dengan produksi perikanan tangkap tertinggi di Indonesia, kondisi tersebut tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan nelayan kita. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan per September 2025, Nilai Tukar Nelayan (NTN) Jawa Timur hanya mencapai 97,38 dari angka ideal 100," urainya.

Selain sektor perikanan tangkap, Komisi B juga menyoroti persoalan serupa pada subsektor garam rakyat. Dikatakan Mughni, produksi garam di Jatim rawan gagal panen ketika iklim tidak menentu. Ada pula persoalan fluktuasi harga ketika masa panen.

Baca Juga : Serapan Anggaran DLH Masih 55,46 Persen, DPRD Jatim Desak Percepatan Belanja

"Situasi diperparah dengan rendahnya tingkat penyerapan garam rakyat oleh industri dikarenakan garam rakyat hanya memiliki kadar NaCl dibawah 94 persen. Kondisi ini menyebabkan daya saing garam rakyat melemah," paparnya.

Dengan sederet persoalan tersebut, Komisi B berharap DKP Jatim tidak hanya berfokus pada output administratif. "Tetapi juga memastikan bahwa seluruh kebijakan dan program benar-benar memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan nelayan, keberlanjutan ekosistem laut, dan ketahanan ekonomi maritim Jawa Timur," tegasnya.

Sebagai informasi, DKP Jatim diproyeksikan menerima alokasi anggaran pada APBD Tahun 2026 setelah efisiensi sebesar Rp189,36 miliar. Angka tersebut mengalami penurunan sebesar 28,54 persen dari pagu KUA-PPAS Tahun 2026.


Topik

Pemerintahan, Komisi B DPRD Jatim, Program DKP, Dinas Kelautan dan Perikanan, DKP Jatim, Kesejahteraan Nelayan,



Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di Indonesia. Sektor industri, perdagangan, dan pariwisata menjadi pilar utama perekonomian Jatim. Pembangunan infrastruktur juga terus dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.



cara simpan tomat
Tips Memilih Bralette