Dakwah Sunan Muria: Islam yang Menyatu dalam Tembang dan Kenduri
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
04 - Jul - 2025, 09:16
JATIMTIMES - Pada titik peralihan sejarah Jawa dari masa Hindu-Buddha menuju era Islam, muncul tokoh-tokoh yang memainkan peran sentral dalam proses transformasi sosial dan spiritual masyarakat. Salah satu tokoh penting tersebut adalah Raden Umar Said, lebih dikenal sebagai Sunan Muria, putra dari Sunan Kalijaga.
Melanjutkan tradisi dakwah ayahandanya, Sunan Muria tampil sebagai juru dakwah kultural yang cakap, dengan pendekatan yang tidak frontal melainkan persuasif. Ia tidak mengganti, tetapi mengislamkan; tidak memberangus, melainkan menyublimkan.
Baca Juga : Film Pernikahan Arwah Resmi Tayang di Netflix Hari ini, Berikut Sinopsisnya
Sunan Muria lahir dan besar di tengah transisi kebudayaan Jawa. Saat Majapahit mulai surut, nilai-nilai keagamaan dan kesusastraan yang berbasis pada Bahasa Kawi dan Sansekerta mulai kehilangan pamornya. Tradisi kakawin dan kidung klasik meredup.
Pujangga-pujangga Islam Jawa yang baru tidak lagi menguasai kaidah-kaidah metrum panjang-pendek syair seperti zaman Kediri dan Majapahit. Dalam situasi seperti ini, para wali menggagas bentuk baru yang lebih sederhana dan komunikatif: tembang.
Poerbatjaraka mencatat bahwa para penyair pasca-Majapahit tidak lagi mampu menulis dalam pola kakawin yang ketat, karena itu mereka menempuh jalur baru dengan menciptakan bentuk macapat, tembang gede, hingga tembang cilik.
Dari sinilah lahir ragam metrum baru seperti gambuh, megatruh, balabak, wirangrong, jurudemung, hingga sinom, kinanthi, dhandhanggula, pangkur, dan lainnya. Sunan Muria sendiri dikaitkan dengan tembang sinom dan kinanthi, dua jenis metrum kecil (sekar alit) yang lembut, didaktis, dan penuh pesan moral.
Bukan tanpa alasan Sunan Muria memilih jalur tembang. Ia menyadari bahwa masyarakat pesisir utara Jawa, Jepara, Tayu, Juwana, Kudus adalah masyarakat agraris-maritim yang lebih responsif terhadap pendekatan estetika. Tembang menjadi jembatan dakwah yang mampu menanamkan nilai tauhid tanpa memantik resistensi. Dalam setiap larik sinom atau kinanthi, nilai-nilai Islam disisipkan dengan halus. Bahasa yang digunakan bukan lagi Sansekerta, tetapi Jawa sehari-hari, yang akrab di telinga rakyat.
Lebih jauh, Sunan Muria juga merangkul tradisi kenduri dan tumpengan...