JATIMTIMES – Pemerintah Kota Blitar terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat kolaborasi lintas sektor, kali ini melalui gelaran Focus Group Discussion (FGD) bertema “Kolaborasi Pemerintah Kota Blitar dengan Aparat Penegak Hukum dalam Rangka Menyongsong Pelaksanaan KUHP Nasional”. Kegiatan berlangsung di Balai Kusumowicitro, Rabu (12/11/2025), dengan menghadirkan jajaran pejabat hukum dan pemerintahan dari berbagai lembaga strategis.
Acara yang secara resmi dibuka oleh Kepala Kejaksaan Negeri (kejari) Blitar, Baringin, S.H., M.H., ini dihadiri secara virtual oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dr. Kuntadi, S.H., M.H., yang bertindak sebagai keynote speaker. Turut hadir Kapolres Blitar Kota AKBP Titus Yudho Uly, Ketua DPRD Kota Blitar dr. Syahrul Alim, Dandim 0808 Blitar Letkol Inf Virlani Arudyawan, serta Sekretaris Daerah Kota Blitar Priyo Suhartono. Kegiatan juga diikuti unsur Forkopimda, para camat, lurah, akademisi, hingga kader Posbakum se-Kota Blitar, baik secara langsung maupun daring.
Baca Juga : Wali Kota Mas Ibin Sosialisasikan Sekolah Rakyat: Ikon Baru Pendidikan Internasional di Kota Blitar
Saat kegiatan berlangsung, Wali Kota Blitar, H. Syauqul Muhibbin, S.H.I., tengah berada di Jakarta untuk menghadiri agenda bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.Meski demikian, melalui sambutan yang disampaikan secara virtual, Wali Kota menegaskan pentingnya membangun sinergi antara seluruh elemen daerah dalam menghadapi pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang akan efektif berlaku pada tahun 2026.
Ia menjelaskan bahwa perubahan besar dalam sistem hukum pidana nasional tersebut menuntut kesiapan menyeluruh, baik dari aparat penegak hukum, pemerintah daerah, maupun masyarakat. Selain penyesuaian regulasi, kata dia, perlu pula dilakukan peningkatan pemahaman publik terhadap nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan yang menjadi semangat utama KUHP baru.
“Pelaksanaan KUHP Nasional membutuhkan pemahaman dan komitmen dari seluruh elemen, khususnya kita yang berada di garda depan pelayanan publik dan penegakan hukum di Kota Blitar,” ujarnya.
Mas Ibin, sapaan akrab Wali Kota, menilai forum FGD menjadi momentum krusial bagi pemerintah daerah, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan untuk memperkuat koordinasi dalam penerapan hukum yang lebih substantif dan berkeadilan. Ia menyinggung bahwa Pemkot Blitar telah mengambil langkah konkret dengan menyediakan Rumah Restorative Justice yang diresmikan pada Oktober lalu.
“Kami mendukung penuh penerapan restorative justice yang telah dijalankan kejaksaan. Prinsipnya, hukum tidak hanya menghukum, tetapi juga memberikan rasa keadilan dan kesempatan bagi pemulihan sosial,” katanya.
Mas Ibin berharap kolaborasi ini melahirkan sistem penegakan hukum yang profesional, berintegritas, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. “Mari jadikan kolaborasi ini sebagai wujud komitmen bersama untuk menciptakan Kota Blitar yang semakin tertib hukum, aman, dan berkeadilan,” ujarnya menutup sambutan.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Blitar, Baringin, S.H., M.H., dalam pidatonya menyampaikan apresiasi tinggi kepada Pemerintah Kota Blitar atas inisiatif penyelenggaraan forum diskusi lintas sektor tersebut. Ia menyebut kegiatan ini sebagai langkah nyata membangun sinergi daerah dalam menyongsong pelaksanaan KUHP Nasional.
“Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama Kejaksaan Tinggi telah lebih dulu menjalin kerja sama strategis dengan seluruh pemerintah daerah terkait penguatan dan perluasan penerapan Restorative Justice. Upaya ini penting untuk membumikan prinsip keadilan yang tidak hanya menghukum, tetapi juga memulihkan hubungan sosial,” ungkapnya.
Menurut Baringin, Kota Blitar memiliki potensi besar menjadi contoh dalam penerapan kolaborasi penegakan hukum berkeadilan. Ia menilai kesadaran hukum masyarakat Blitar tergolong baik, sehingga sangat ideal menjadi daerah percontohan pelaksanaan KUHP Nasional di tingkat daerah.
“Kolaborasi antara pemerintah kota dan aparat hukum merupakan kunci utama keberhasilan penerapan KUHP baru. Kita harus bersinergi dalam peningkatan kapasitas aparatur, sosialisasi kepada masyarakat, serta penguatan koordinasi antara lembaga hukum,” paparnya.
Baringin juga menegaskan bahwa masa transisi menuju penerapan KUHP baru ini adalah momentum penting untuk menyiapkan SDM dan sistem hukum nasional yang berdaulat. “KUHP Nasional ini karya monumental bangsa Indonesia setelah lebih dari satu abad menggunakan produk hukum kolonial Belanda. Kini, hukum pidana kita berakar pada nilai-nilai Pancasila dan kepribadian bangsa,” ujarnya.
Ia menambahkan, paradigma baru dalam KUHP Nasional tidak lagi menempatkan hukum sebagai alat pembalasan, melainkan sarana rehabilitasi dan reintegrasi sosial. “Keadilan kini berorientasi pada kemanusiaan. Pendekatan restoratif menempatkan korban, pelaku, dan masyarakat dalam posisi saling memulihkan,” katanya.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dr. Kuntadi, S.H., M.H., yang hadir secara virtual sebagai keynote speaker, mengapresiasi langkah Pemerintah Kota Blitar dan Forkopimda yang berinisiatif menyelenggarakan forum tersebut.
“Ini bentuk keseriusan kita semua dalam menyongsong pemberlakuan KUHP Nasional. Forum ini adalah wujud nyata sinergi pemerintah daerah dan aparat hukum dalam mengawal reformasi hukum untuk membangun sistem peradilan yang lebih humanis dan adaptif,” ujarnya.
Kuntadi menjelaskan bahwa KUHP baru membawa empat paradigma utama yang mengubah wajah hukum pidana Indonesia. Pertama, pidana kini bertujuan untuk pencegahan, rehabilitasi, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan, serta penciptaan rasa aman dan damai. “Unsur pembalasan tidak lagi menjadi tujuan utama, melainkan digantikan oleh upaya korektif yang menempatkan manusia sebagai subjek utama hukum,” tegasnya.
Baca Juga : Berkat Dukungan BRI Situbondo, UD Akar Dewa Jati jadi UMKM Lokal Berdaya Saing Nasional
Ia juga menyoroti salah satu terobosan penting dalam KUHP baru, yakni konsep pemaafan peradilan, yang memberi ruang bagi hakim untuk tidak menjatuhkan pidana jika pertimbangan keadilan dan kemanusiaan lebih diutamakan. “Ini menegaskan bahwa keadilan sejati bukan sekadar penghukuman, tetapi penyembuhan sosial,” ucapnya.
Dalam paparannya, Kuntadi juga menyinggung pentingnya peran pemerintah daerah dalam harmonisasi sosial dan budaya masyarakat. “Penerapan KUHP baru menuntut literasi hukum bukan hanya bagi aparat penegak hukum, tetapi juga bagi perangkat daerah dan masyarakat luas,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa prinsip kerja sosial sebagai pidana alternatif, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 hingga 90 KUHP, menjadi bentuk sanksi yang berorientasi pada pembinaan dan reintegrasi sosial. “Pidana kerja sosial bukan hanya efek jera, tetapi juga sarana pemulihan nilai sosial di masyarakat,” ujarnya.
Di sisi lain, Kapolres Blitar Kota AKBP Titus Yudho Uly menegaskan komitmen kepolisian untuk bersinergi dengan pemerintah daerah dan aparat hukum lainnya dalam penerapan KUHP baru.
“Kami bersama pemerintah daerah dan aparat penegak hukum akan terus bersinergi guna menyelaraskan sistem hukum nasional yang baru. Tujuannya agar penegakan hukum ke depan lebih manusiawi dan berkeadilan,” ujarnya.
Ia menilai bahwa pembaruan KUHP menjadi langkah maju dalam menyesuaikan sistem hukum nasional dengan dinamika sosial yang berkembang. “Perubahan ini menuntut kesiapan aparat di semua lini agar hukum benar-benar menjadi instrumen perlindungan masyarakat,” tambahnya.
FGD yang berlangsung hampir sehari penuh ini juga menghadirkan sejumlah akademisi dan praktisi hukum, di antaranya Prof. Dr. Nurini Aprilianda, S.H., M.Hum. dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, serta Gigih Benah Rendra, S.H., M.H. dari Kejaksaan Negeri Blitar. Diskusi berjalan interaktif, membahas implikasi sosial, budaya, dan teknis dari penerapan KUHP baru, termasuk tantangan koordinasi antar-lembaga hukum di daerah.

Di akhir kegiatan, seluruh peserta menegaskan komitmen untuk terus memperkuat sinergi lintas sektor dalam menyongsong pelaksanaan KUHP Nasional.
Melalui forum ini, Blitar menegaskan diri bukan hanya sebagai kota bersejarah, tetapi juga sebagai daerah pelopor reformasi hukum di tingkat lokal, di mana kolaborasi antar lembaga menjadi kunci membangun sistem hukum yang berkeadilan, humanis, dan berpihak pada rakyat.