Pemprov Jatim Pertimbangkan Pembentukan BUMD Baru Khusus Kehutanan
Reporter
Muhammad Choirul Anwar
Editor
Dede Nana
17 - Nov - 2025, 06:48
JATIMTIMES - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) mempertimbangkan pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) baru yang khusus mengelola sektor kehutanan. Hal ini mengemuka pada rapat paripurna di Gedung DPRD Jatim, Senin (17/11/2025).
Opsi ini mencuat ketika Wakil Gubernur (Wagub) Jatim Emil Elestianto Dardak menyampaikan jawaban gubernur atas pandangan umum fraksi-fraksi DPRD terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Baca Juga : Wagub Emil Harap Perda Inisiatif DPRD Jatim Menjawab Kendala Budi Daya Ikan dan Garam
Emil merespons pandangan dari Fraksi Partai Golkar mengenai kemungkinan daerah mengelola hutan secara otonom. Ia menyatakan bahwa pembentukan BUMD khusus merupakan langkah yang potensial.
"Dapat kami sampaikan bahwa untuk membentuk BUMD khusus untuk kegiatan pemanfaatan hutan dapat dipertimbangkan," kata mantan Bupati Trenggalek itu.
Dikatakannya, pertimbangan tersebut didasari oleh ketentuan teknis yang berlaku saat ini. "Karena berdasarkan ketentuan teknis, pemanfaatan hutan dapat dilaksanakan oleh BUMD melalui skema PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan)," lanjutnya.
Emil menambahkan, raperda ini juga memperjelas aspek keuntungan ekonomi yang akan didapat dari pemanfaatan hasil hutan. Ia pun merinci skema dana bagi hasil (DBH) yang akan diterima oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, dari Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH).
"Sedangkan manfaat untuk daerah penghasil adalah mendapatkan dana bagi hasil atas Provisi Sumber Daya Hutan yang terbayar dengan komposisi 32 persen untuk kabupaten/kota penghasil dan 16 persen untuk provinsi penghasil," jelasnya.
Lebih lanjut, Emil juga menanggapi pertanyaan Fraksi PDIP mengenai jaminan partisipasi masyarakat yang bersifat substantif, bukan sekadar formalitas, serta permohonan klarifikasi mengenai bentuk perlindungan hukum, fasilitasi kelembagaan, dan dukungan pembiayaan yang akan diberikan kepada masyarakat adat, kelompok perempuan, pemuda desa hutan, serta koperasi hutan rakyat agar mereka memiliki peran nyata dan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya hutan.
"Raperda ini telah mengakomodir muatan partisipasi masyarakat, khususnya dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 67 yang pada intinya mengatur bahwa penyelenggaraan kehutanan dilakukan dengan pelibatan masyarakat dalam berbagai bentuk yang tata cara pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur," paparnya.
Selain itu, kata Emil, Raperda ini juga telah mengatur mengenai fasilitasi dan pengembangan kelembagaan, bimbingan teknis, serta pendidikan dan pelatihan, sebagaimana diatur dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 61.
Baca Juga : Sejumlah Sopir Angkot di Kota Batu Ajukan Jadi Driver Trans-Jatim Koridor Malang Raya
"Sedangkan terkait dukungan pembiayaan yang akan diberikan kepada masyarakat adat, kelompok perempuan, pemuda desa hutan, serta koperasi hutan rakyat diberikan dalam bentuk fasilitasi penyuluhan kehutanan, yang salah satunya terkait akses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya sebagaimana hal tersebut diatur dalam Pasal 62," urainya.
Kendati demikian, ia mengakui bahwa raperda ini belum mengatur secara eksplisit mengenai mekanisme pembagian manfaat (benefit sharing), dukungan modal, dan pemberdayaan masyarakat desa hutan sebagai bagian dari sistem pembangunan ekonomi berkelanjutan. "Namun hal tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan pada saat pembahasan," lanjutnya.
Raperda Penyelenggaraan Kehutanan ini dibahas untuk menggantikan tiga regulasi lama yang dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum pasca-terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja.
“Tiga regulasi dimaksud sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan kehutanan karena memuat urusan kehutanan di kabupaten/kota,” jelas Emil.
“Sebagaimana diketahui berdasarkan UU Cipta Kerja dan PP Penyelenggaraan Kehutanan menyatakan bahwa urusan kehutanan merupakan kewenangan Pemerintah dan Pemerintah provinsi. Kewenangan kabupaten/kota dalam urusan kehutanan pada pelaksanaan pengelolaan tahura kabupaten/kota,” tutupnya.
