Khutbah Jumat Oktober: Dari Pesantren untuk Indonesia yang Berakhlak

17 - Oct - 2025, 10:42

Potret momen khutbah Jumat di salah satu masjid. (Foto: Facebook)


JATIMTIMES - Bulan Oktober dikenal sebagai peringatan Hari Santri. Tak hanya itu, Oktober juga menjadi saat yang tepat untuk kembali meneguhkan rasa hormat kepada pesantren, santri, dan para kiai. Mereka adalah penjaga nilai-nilai moral dan keislaman yang menjadi bagian penting dari jati diri bangsa Indonesia.

Di tengah derasnya arus modernisasi dan gempuran dunia digital, pesantren tetap hadir sebagai tempat yang meneduhkan. Dari pesantrenlah lahir ilmu, adab, dan semangat keikhlasan yang terus menghidupkan kehidupan spiritual masyarakat.

Baca Juga : Paragon Lucky Draw Meriahkan Colorfest Graha Bangunan Blitar

Oktober juga mengingatkan kita bahwa peradaban besar selalu tumbuh dari ketulusan para kiai yang berjuang tanpa pamrih. Mereka menjaga masa depan bangsa lewat doa, ilmu, dan keteladanan yang tak pernah padam.

Khutbah Jumat kali ini berjudul "dari Pesantren untuk Indonesia yang Berakhlak." Semoga bermanfaat dan menjadi pengingat akan peran besar santri dan pesantren bagi negeri ini.

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ. أَمَّا بَعْدُ

أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. اِتَّقُوْ اللهَ، وَاعْمَلُوا الصَّالِحَاتِ وَاجْتَنِبُوا الْمُنْكَرَاتِ وَاذْكُرُوا اللهَ فِي أَيَّامٍ مَعْلُوْمَتٍ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
 
قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ، فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا 
 
Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah,
Sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk senantiasa memperkuat iman dan takwa kepada Allah SWT. Salah satu bentuknya adalah dengan terus berusaha menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. 

Di antara perintah yang sangat ditekankan ialah menghormati dan memuliakan orang tua, guru, serta para pendidik yang telah menuntun kita pada jalan kebaikan. Nilai ini merupakan bagian penting dari pendidikan moral yang perlu terus dijaga agar peradaban umat manusia tetap mulia.

Salah satu lembaga pendidikan yang telah lama menjadi pilar dalam menjaga akhlak dan karakter bangsa adalah pesantren. Sejarah mencatat, pesantren tidak hanya mencetak generasi berilmu dan berakhlak, tetapi juga memainkan peran besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dari pesantrenlah lahir para ulama dan santri yang ikut mengobarkan semangat jihad melawan penjajahan demi tegaknya kemerdekaan dan martabat bangsa.

Pengakuan atas peran besar pesantren ini kemudian diwujudkan oleh pemerintah melalui penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015. Namun, peringatan ini bukan hanya sebatas seremoni atau kegiatan tahunan. Tanggal 22 Oktober menjadi momen untuk merenungkan kembali nilai kebangsaan dan spiritualitas, serta mengenang jasa besar para kiai dan santri yang telah berjuang menjaga agama, mendidik umat, dan membangun karakter bangsa.

Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah,

Sejarah bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran pesantren. Sejak masa penjajahan, pesantren telah menjadi pusat pendidikan, perjuangan, dan pergerakan sosial masyarakat. Momen tersebut menegaskan peran Resolusi Jihad yang diserukan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Seruan tersebut menegaskan bahwa membela tanah air merupakan bagian dari keimanan.

Kita tahu bahwa kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, namun ujian pertama bagi bangsa yang baru merdeka itu datang pada 10 November 1945 di Surabaya. Saat itu, para kiai dan santri tampil di garda terdepan, berjuang dengan semangat yang digelorakan oleh Resolusi Jihad. Mereka membuktikan bahwa kecintaan kepada tanah air tidak bertentangan dengan ajaran agama, bahkan menjadi bagian dari keimanan itu sendiri.

Dari kisah perjuangan ini, kita bisa menarik pelajaran penting, bahwa pesantren, kiai, dan santri bukan sekadar bagian dari sejarah, melainkan aset bangsa yang tak ternilai. Pesantren tidak hanya tempat menimba ilmu agama, tetapi juga menjadi benteng moral, budaya, dan nilai-nilai luhur yang menjaga jati diri bangsa di tengah derasnya arus globalisasi dan sekularisasi.

Dalam dunia yang terus berubah, pesantren tetap menjadi sumber ketenangan dan pencerahan. Di sanalah nilai-nilai ketawaduan, keikhlasan, dan kesetiaan kepada ilmu serta guru terus dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi. Maka sudah sepatutnya kita semua ikut merawat dan memperkuat peran pesantren, agar cahaya ilmu dan keteladanan para kiai terus menerangi perjalanan bangsa Indonesia ke depan.
 
Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah,
Pesantren selama ini dikenal sebagai tempat lahirnya generasi kuat, tangguh, dan berakhlak mulia. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisa ayat 9:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ، فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap nasibnya. Maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar.” (QS An-Nisa: 9).

Ayat ini mengingatkan kita pentingnya menyiapkan generasi yang kuat, bukan hanya secara fisik, tetapi juga dalam iman, ilmu, dan akhlak. Di sinilah pesantren berperan besar dalam membentuk ketahanan moral dan spiritual umat.

Para kiai, di sisi lain, adalah penjaga warisan spiritual bangsa. Kiai tidak hanya berfungsi sebagai pengajar, tetapi juga sebagai teladan, pembimbing, dan pengayom masyarakat. Dalam diri para kiai, kita menemukan perpaduan antara ilmu dan ketulusan. Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ

Artinya: “Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi.” (HR. Tirmidzi).

Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah,
Di era modern saat ini, ukuran keberhasilan sering kali diukur dari materi. Namun, ajaran Islam mengingatkan bahwa penghormatan terhadap ulama dan kiai merupakan bagian dari menjaga adab serta warisan etika luhur bangsa. Memuliakan kiai bukan berarti menyanjung manusia berlebihan, melainkan menghormati ilmu, perjuangan, dan keikhlasan mereka dalam membimbing umat.

Baca Juga : Timur Kapadze Masuk Radar PSSI! Pelatih yang Bawa Uzbekistan ke Piala Dunia Dianggap Layak Gantikan Patrick Kluivert

Para kiai hidup dengan kesederhanaan. Mereka tidak mengejar popularitas atau kekayaan, namun mengabdikan hidup untuk mengajar dan mendidik. Dalam diam dan ketulusan mereka, tersimpan kekuatan besar yang mampu menumbuhkan perubahan dalam masyarakat.

Sayangnya, di tengah derasnya arus media sosial, masih ada saja perilaku yang merendahkan martabat ulama. Mulai dari hinaan terhadap simbol agama hingga cibiran kepada kiai dan pesantren. Fenomena ini menunjukkan adanya kemerosotan adab dan hilangnya rasa hormat terhadap sumber ilmu dan kebijaksanaan.

Dalam tradisi Islam, adab terhadap guru dan ulama menempati posisi yang sangat penting. Imam Malik rahimahullah pernah berkata:

عَلِّمِ الأَدَبَ قَبْلَ أَنْ تَتَعَلَّمَ العِلْمَ

Artinya: “Pelajarilah adab sebelum engkau mempelajari ilmu.”

Ungkapan ini menegaskan bahwa adab adalah fondasi bagi setiap ilmu. Tanpa adab, ilmu kehilangan maknanya dan keberkahannya. Karena itu, memuliakan kiai bukan sekadar bentuk sopan santun sosial, tetapi juga wujud dari kedalaman spiritual dan cinta terhadap ilmu.

Kita bisa meneladani para kiai dengan cara menjaga adab terhadap guru, mendukung keberlangsungan pesantren, serta meneladani kehidupan mereka yang sederhana dan penuh keikhlasan. Di pesantren, nilai-nilai tawassuth (moderasi), tawazun (keseimbangan), tasamuh (toleransi), dan i’tidal (keadilan) terus diajarkan dan diwariskan. Nilai-nilai inilah yang menjaga wajah Islam Indonesia tetap damai dan penuh rahmat.

Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah,
Mari kita perkuat kembali moral dan jati diri bangsa ini dengan meneladani semangat para ulama dan menjaga keberlangsungan pesantren. Jangan biarkan sejarah mulia ini dilupakan. Dari pesantrenlah lahir generasi yang berilmu, berakhlak, dan cinta tanah air.

Semoga Allah SWT senantiasa menjaga para kiai dan pesantren di seluruh negeri agar tetap menjadi pelita yang menerangi jalan umat menuju kebaikan dan keberkahan. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 96:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Artinya: “Sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami timpakan kepada mereka azab akibat perbuatan mereka sendiri.” (QS Al-A’raf: 96).

Semoga Allah memberkahi bangsa ini dengan ilmu, iman, dan keteladanan para ulama yang terus menghidupkan cahaya Islam di bumi Indonesia. Amin.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ
 
فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
 
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
 
عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


Topik

Agama, Hari Santri, Hari Santri Nasional, Khutbah Jumat, Pesantren, Indonesia, Berakhlak,



Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di Indonesia. Sektor industri, perdagangan, dan pariwisata menjadi pilar utama perekonomian Jatim. Pembangunan infrastruktur juga terus dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.



cara simpan tomat
Tips Memilih Bralette