Panembahan Lemah Duwur: Raja Maritim Madura yang Menurunkan Raden Trunajaya dan Pangeran Diponegoro
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Yunan Helmy
02 - Jul - 2025, 05:01
JATIMTIMES - Pada perbatasan sejarah Jawa dan Madura, terhampar sebuah kisah kekuasaan yang jarang mendapat sorotan serius dalam historiografi utama. Yaitu tentang Panembahan Lemah Duwur, raja maritim Madura Barat pada awal abad ke-17.
Figur ini tidak hanya simbol kekuatan lokal yang berdaulat di tengah riuh geopolitik Nusantara pasca-Majapahit, tetapi juga menjadi leluhur langsung dua tokoh besar yang mengguncang kekuasaan Mataram dan kolonialisme Belanda: Raden Trunajaya dan Pangeran Diponegoro.
Baca Juga : Menyingkap Makna Fana dalam Islam, Sifat Mustahil Sang Maha Pencipta
Melalui narasi ini, kita akan menelusuri silsilah, politik, dan spiritualitas kerajaan Arosbaya yang berdiri di Madura Barat, sekaligus menggugat kerangka sejarah Jawa sentris yang selama ini mendominasi.
Madura Abad ke-15: Pulau Garam, Pelayaran, dan Panggung Kekuasaan
Madura pada masa itu bukan sekadar pulau penghasil garam dan pelabuhan bagi kapal-kapal kecil. Madura merupakan arena persaingan politik dari kerajaan-kerajaan kecil yang bersaing untuk mengukuhkan supremasi di jalur perdagangan dan kekuasaan regional. Salah satu kerajaan paling awal dan berpengaruh adalah Arosbaya, yang didirikan oleh Kiai Demang Plakaran di sebuah tempat bernama Keraton Anyar.
Catatan silsilah menyebutkan bahwa Demang Plakaran memiliki darah campuran antara Prabu Brawijaya V dari Majapahit dan garis spiritual Sunan Giri I, Sayyid Ainul Yaqin, penguasa dan penyebar Islam yang sangat dihormati. Kombinasi darah kerajaan dan ulama inilah yang membentuk karakter Arosbaya sebagai entitas politik-religius yang unik.
Setelah kematian Demang Plakaran, putranya, Kiai Pragalba, yang kemudian dikenal sebagai Pangeran Arosbaya, melanjutkan kekuasaan. Ia mempertahankan adat dan bahasa Jawa Kawi sebagai simbol kesinambungan budaya Majapahit, namun Islam mulai menguat sebagai landasan spiritual. Namun, tonggak sejarah penting terjadi ketika putra Pangeran Arosbaya, Raden Pratanu, naik tahta dengan gelar Panembahan Lemah Duwur.
Panembahan Lemah Duwur memindahkan pusat pemerintahan ke punggung bukit Arosbaya, yang diberi nama Lemah Duwur (tanah tinggi). Ini bukan sekadar perubahan geografis, melainkan tanda perubahan strategi kekuasaan: dari kerajaan agraris ke kekuatan maritim dan perdagangan. Pusat pemerintahan yang strategis memperkuat posisi Arosbaya sebagai simpul penting dalam jaringan pelayaran dan dagang di pesisir utara Jawa dan Madura...