Politik Perkawinan dan Takhta yang Terlunta: Drama Krisis Suksesi di Kasunanan Surakarta

Reporter

Aunur Rofiq

Editor

Dede Nana

12 - May - 2025, 02:21

Ilustrasi: Pakubuwana VII, raja Kasunanan Surakarta yang harus mengarungi badai politik dan krisis suksesi. Di balik senyap takhta, bergejolak intrik keluarga dan strategi perkawinan yang menentukan arah kerajaan (1834–1858). (Foto: Ilustrasi dibuat oleh JatimTIMES)


JATIMTIMES - Pada paruh pertama abad ke-19, di tengah bayang-bayang kekuasaan kolonial Hindia Belanda, istana Kasunanan Surakarta mengalami gejolak politik yang pelik dan berlarut-larut. Isu suksesi yang mencuat sejak tahun 1834 hingga 1858 mencerminkan tarik-menarik kepentingan antara kekuatan lokal, hasrat dinasti, dan intervensi kolonial yang menancap dalam di tubuh birokrasi kerajaan Jawa. 

Persoalan ini bukan sekadar pergantian raja, melainkan persoalan legitimasi, garis keturunan, dan desain kolonial dalam mempertahankan dominasi atas kerajaan bawahan.

Baca Juga : Spoiler Resident Playbook Episode 11, Oi-young dan Gu Do-won Kepergok Pacaran?

Pernikahan Politik dan Dimulainya Krisis (1834)

Paku Buwana VII, yang naik takhta setelah pengasingan Paku Buwana VI pasca-Perang Jawa (1825–1830), menikahi Raden Ayu Sarijah, putri Sultan Cakradiningrat II dari Madura. Pernikahan ini secara simbolik memperkuat jaringan politik antara Surakarta dan Madura, mengingat Cakradiningrat memiliki pengaruh besar di Jawa Timur sejak masa pemberontakan Trunajaya pada abad ke-17. Namun, ketiadaan keturunan dari pernikahan tersebut menciptakan kekosongan suksesi yang menjadi sumber intrik berikutnya.

Dalam tradisi politik Jawa, pernikahan lintas bangsawan tidak hanya mempererat aliansi, tetapi juga membuka jalan legitimasi terhadap pewarisan kekuasaan. Sayangnya, ketika Penembahan Buminata – tokoh senior dan penasihat kerajaan yang disegani – wafat pada Oktober 1834, tidak ada tokoh kuat yang dapat menjaga stabilitas internal keraton.

 Kekosongan posisi sebagai putra mahkota yang seharusnya dijabat oleh tokoh sentral seperti Buminata dibiarkan mengambang hingga lebih dari dua dekade. Hal ini membuka peluang intervensi politik oleh pihak luar, termasuk kolonial Belanda.

Kematian Panembahan Buminata pada 11 Oktober 1834, seorang tokoh sepuh keraton yang sebelumnya turut berperan dalam penggulingan Pakubuwana VI, menambah kekosongan dalam struktur kekuasaan keraton. Sejak wafatnya, jabatan putra mahkota dibiarkan kosong. Buminata sendiri sempat dipertimbangkan sebagai calon penerus takhta, namun usianya yang lanjut membuat Belanda mengalihkan dukungan kepada sosok muda yang lebih berpandangan Eropa: Pangeran Purbaya.

Pejabat Residen Surakarta saat itu, F.G. Valck, langsung mendesak agar jabatan putra mahkota segera diisi. Ia mengusulkan Pangeran Adipati Ngabehi, kakak dari Pakubuwana VII, sebagai "care-taker"...

Baca Selengkapnya


Topik

Serba Serbi, kasunanan surakarta, paku buwana, sejarah jawa,



Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di Indonesia. Sektor industri, perdagangan, dan pariwisata menjadi pilar utama perekonomian Jatim. Pembangunan infrastruktur juga terus dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

cara menyimpan tomat
memilih model baju kerja wanita
harga gabah shio 2025
Cincin anniversary bukan sekadar perhiasan - ia adalah simbol yang menceritakan perjalanan cinta yang telah dilalui bersama. Mari kita dalami bagaimana Tips Memilih Wedding Anniversary Ring yang tepat untuk moment spesial Anda.

cara simpan tomat
Tips Memilih Bralette